Kamis, 16 Juli 2009

Parameter-parameter dalam Analisa Batubara

1.Analisis proksimat batubara (coal proximate analysis)

Analisis proksimat batubara bertujuan untuk menentukan kadar Moisture (air dalam batubara) kadar moisture ini mengcakup pula nilai free moisture serta total moisture, ash (debu), volatile matters (zat terbang), dan fixed carbon (karbon tertambat). Moisture ialah kandungan air yang terdapat dalam batubara sedangkan abu (ash) merupakan kandungan residu non-combustible yang umumnya terdiri dari senyawa-senyawa silika oksida (SiO2), kalsium oksida (CaO), karbonat, dan mineral-mineral lainnya,Volatile matters adalah kandungan batubara yang terbebaskan pada temperatur tinggi tanpa keberadaan oksigen (misalnya CxHy, H2, SOx, dan sebagainya),
Fixed carbon ialah kadar karbon tetap yang terdapat dalam batubara setelah volatile matters dipisahkan dari batubara. Kadar fixed carbon ini berbeda dengan kadar karbon (C) hasil analisis ultimat karena sebagian karbon berikatan membentuk senyawa hidrokarbon volatile.

2.Nilai kalor batubara (coal calorific value)
Salah satu parameter penentu kualitas batubara ialah nilai kalornya, yaitu seberapa banyak energi yang dihasilkan per satuan massanya. Nilai kalor batubara diukur menggunakan alat yang disebut bomb kalorimeter.

Kalorimater bom terdiri dari 2 unit yang digabungkan menjadi satu alat. Unit pertama ialah unit pembakaran di mana batubara dimasukkan ke dalam bomb lalu diinjeksikan oksigen lalu bomb tersebut dimasukkan kedalam bejana disini batubara dibakar dengan adanya pasokan udara/oksigen sebagai pembakar. Unit kedua ialah unit pendingin/kondensor (water handling).


3.Kadar sulfur
Salah satu cara untuk menentukan kadar sulfur yaitu melalui pembakaran pada suhu tinggi. Batubara dioksidasi dalam tube furnace dengan suhu mencapai 1350°C. Sulfur oksida (SOx) yang terbentuk sebagai hasil pembakaran kemudian ditangkap oleh oleh detektor infra merah kalau menggunakan metode infrared sedangkan kalau menggunakan metode HTM akan ditangkap oleh larutan peroksida lalu dititrasi dengan natrium borat dan kemudian dianalisis.



4.Analisis ultimat batubara (coal ultimate analysis)
Analisis ultimat dilakukan untuk menentukan kadar karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen, (N), dan sulfur (S) dalam batubara. Seiring dengan perkembangan teknologi, analisis ultimat batubara sekarang sudah dapat dilakukan dengan cepat dan mudah. Analisa ultimat ini sepenuhnya dilakukan oleh alat yang sudah terhubung dengan komputer. Prosedur analisis ultimat ini cukup ringkas; cukup dengan memasukkan sampel batubara ke dalam alat dan hasil analisis akan muncul kemudian pada layar komputer.



5.Analisa Size Analisis

Data analisis dari suatu hasil tambang ialah satu data dari data-data yang diperlukan dalam perancangan coal preparation plant, pada crushing plant dan screening plant pemeriksaan size diperlukan untuk melihat apakah hasil dari proses masih sesuai dengan spesifikasi atau tidak, pada proses loading dilakukan untuk mengantisifasi masalah yang timbul karena kalau terlalu banyak yang fine coal nilai total moisturenya cenderung meningkat dan akan berdebu pada saat kering.

Sumber : http://idhamds.wordpress.com/

Read More..

Klasifikasi Batubara

Batubara bukan hanya merupakan material yang heterogen tapi juga merupakan material yang jenisnya beragam. Jenis batubara dapat dilihat dari umurnya atau ranknya, kandungan mineralnya atau grade, elemen tanaman pembentuk batubara (type) dan kegunaan batubara tersebut.

Banyak para ahli mencoba untuk mengelompokkan jenis batubara tersebut berdasarkan parameter tersebut di atas, tapi yang paling banyak dipergunakan orang ialah berdasarkan umurnya (rank).

Secara umum batubara diklasifikasikan sebagai berikut :
Peat (gambut), sebagian para ahli mengatakan bahwa peat bukan batubara karena masih mengandung selulosa bebas, tapi sebagian lagi menyatakan bahwa peat adalah batubara muda. Carbon = 60% – 64% (dmmf), Oxygen = 30% (dmmf)
Lignite, Carbon = 64% – 75% (dmmf), Oxygen = 20% – 25% (dmmf)
Sub-bituminous, Carbon = 75% – 83% (dmmf), Oxygen = 10% – 20% (dmmf)
Bituminous, Carbon = 83% – 90% (dmmf), Oxygen = 5% – 15% (dmmf)
Semi-anthracdite, Carbon = 90% – 93% (dmmf), Oxygen = 2% – 4% (dmmf)
Anthracite, Carbon = > 93%


Di bawah ini adalah klasifikasi yang banyak dipergunakan orang

1. ASTM Classification

Sistem klasifikasi ini mempergunakan volatile matter (dmmf), fixed carbon (dmmf) dan calorific value (dmmf) sebagai patokan.

Untuk anthracite, fixed carbon (dmmf) merupakan patokan utama, sedangkan volatile matter (dmmf) sebagai patokan kedua. Bituminous mempergunakan volatile matter (dmmf) sebagai patokan kedua. Lignite mempergunakan calorific value (dmmf) sebagai patokan.

2. Ralston’s Classification

Ralston’s mempergunakan hasil analisa ultimate yang sudah dinormalisasi (C + H + O = 100). Ditampilkan dalam bentuk triaxial plot. Band yang terdapat pada triaxial plot tersebut ialah area dimana batubara berada.

3. Seyler’s Classification

System klasifikasi ini mempergunakan % carbon (dmmf) dan % hydrogen (dmmf) sebagai dasar utama. Klasifikasi ini ditampilkan dalam bentuk beberapa grafik kecil yang bertumpu pada grafik utama. Grafik utama menghubungkan % carbon (dmmf) dengan % hydrogen (dmmf). sedangkan grafik kecil menggambarkan hubungan calorific value (dmmf) dengan % volatile matter (dmmf) dan % moisture (adb), menggambarkan % oxygen (dmmf), crucible swelling number dan rasio O/H=8.
Ditengah grafik tersebut terdapat band yang menggambarkan yang menggambarkan area dimana 95% batubara inggris akan berada serta menunjukkan jenisnya.Batubara yang jatuh di atas band disebut per-hydrous sedangkan yang jatuh di bawahnya disebut sub-hyrous. Seyler’s chart ini tidak cocok untuk low rank coal.

4. ECE Classification

ECE membuat system klasifikasi yang dapat dipergunakan secara luas, pada tahun 1965 yang kemudian menjadi standar international.Sistem ini mengelompokkan batubara dalam class, group dan sub-group.

Coal class mempergunakan calorific value atau volatile matter sebagai patokan. Coal group mempergunakan Gray-king coke type atau maximum dilatation pada Audibert-Arnu dilatometer test sebagai patokan, sedangkan coal sub-group mempergunakan crucible swelling number dan Roga test sebagai patokan.

Sistem ini mampu menunjukkan coal rank dan potensi penggunaannya, terutama coal group dan coal sub-group yang menjelaskan perilaku batubara jika dipanaskan secara perlahan maupun secara cepat sehingga dapat memberikan gambaran kemungkinan penggunaannya. Pada tahun 1988 sistem ini dirubah dengan lebih menekankan pada pengukuran petrographic.

5. International Classification of Lignites

ISO 2960:1974 “Brown Coals and Lignites. Classification by Type on the Basis of Total Moisture content and Tar Yield”. Mengelompokkan batubara yang mempunyai heating value (moist,ash free) lebih kecil dari 5700 cal/g. Batubara dikelompokkan dalam coal class dengan patokan total moisture dan coal group dengan patokan tar yield.

Tar yield diukur dengan Gray-King Assay, dimana batubara didestilasi dan hasilnya berupa gas, air, cairan, tar dan char dilaporkan dalam persen. Tar yield mempunyai korelasi dengan hydrogen dan pengukuran ini cukup baik sebagai indicator komposisi petrographic.

Sumber : http://idhamds.wordpress.com/

Read More..

Sampling Batubara

I. Pendahuluan

Dalam transaksi pembelian batubara, bukan hanya kuantitas yang menjadi perhatian utama, tetapi juga kualitasnya karena menjadi salah satu faktor yang menentukan harga batubara, selain itu menjadi penentu apakah batubara tersebut diterima atau ditolak oleh buyer oleh karena itu pengukuran kualitas harus dilakukan secermat mungkin.

Pengukuran kualitas dilakukan melalui tahap-tahap :
1.Sampling
2.Sample preparation
3.Analysis

Berdasarkan perhitungan statistik, para ahli menyatakan bahwa 80% kecermatan pengukuran kualitas batubara ditentukan oleh sampling, 20% lainnya ditentukan oleh sample preparation dan analysis, oleh karena itu proses sampling memerlukan perhatian yang jauh lebih besar.

Untuk mendapatkan gambaran kualitas batubara menyeluruh yang dapat dipercaya, maka dilakukan pengukuran kualitas di setiap operasi antara lain :
1.Tahap eksplorasi
2.Produksi
3.Penjualan


Sampling yang akan dibahas disini adalah sampling yang hanya ada kaitannya dengan tahap produksi dan penjualan.

II. Sampling

Sampling adalah proses pengambilan sebagian komoditas dari seluruh komoditas yang akan diperiksa kualitasnya, seluruh komoditas tersebut disebut populasi sedangkan bagian komoditas yang terambil tersebut sample atau contoh.

Tujuan sampling ialah mendapatkan contoh yang selain kualitasnya bisa mewakili kualitas seluruh populasi, jumlahnya pun relatif masih bisa ditangani.

Faktor utama yang menentukan tingkat kesulitan suatu sampling ialah variabilitas komponen-komponen pembentuk populasi.

Batubara merupakan material yang mempunyai tingkat variabilitas sangat tinggi, baik secara fisik maupun secara kimia, oleh karena itu sampling batubara yang baik tidak mudah dilakukan, padahal hasil yang mewakili seluruh populasi merupakan utama semua pihak terkait.

1. Apa yang disebut dengan sampling yang baik?

Sampling yang baik adalah sampling yang di samping dilakukan dengan akurat dan presisinya tinggi, sehingga contoh mewakili seluruh populasi dengan baik, jumlah contoh yang terambilpun harus dapat ditangani.

Karena tak seorangpun tahu berapa nilai kualitas sesungguhnya suatu komoditas, maka metode sampling, sample preparation dan analysis dianggap tidak pernah ada yang 100% sempurna. Nilai kualitas yang didapat dari suatu pengukuran hanyalah nilai pendekatan.

Nilai yang paling dekat dengan nilai sesungguhnya adalah nilai rata2 hasil analisis yang didapat oleh sebanyak mungkin pemeriksaan, dengan menggunakan metode standar yang sama.

2. Dimana sampling bisa dilakukan?

Pada dasarnya sampling dilakukan dimana saja, dalam dua kemungkinan kondisi yang berbeda yaitu :
Kondisi Moving stream (sementara batubara dipindahkan) lokasinya di Belt conveyor, stockpile, barge, ship (incremental).
Kondisi Stationary (batubara dalam tumpukan) lokasinya di stockpile, barge atau ship.

Sampling dalam kondisi moving stream lebih disukai para praktisi dari pada dalam kondisi stationary. Hal ini dikarenakan apabila dalam kondisi moving stream, increment contoh diambil persatuan jumlah berat atau waktu tertentu pada saat batubara tersebut dipindahkan, sehingga contoh yang terambil terdapat lebih mewakili seluruh populasi, sedangkan sampling dalam kondisi stationary, contoh hanya diambil dari permukaan saja (kira-kira satu meter dari permukaan) sehingga contoh tidak cukup mewakili populasi terutama pada stockpile dimana segregasi tidak mungkin dapat dihindarkan sehingga kemungkinan terjadinya bias besar sekali.

3. Bagaimana sampling dilakukan?

Sampling dapat dilakukan baik secara manual maupun secara mechanical, cara mechanical sampling merupakan cara yang lebih disukai karena :
Contoh yang didapat dengan cara ini lebih bisa mewakili populasi dibandingkan dengan contoh yang didapat dengan cara manual pada umumnya, kecuali stopped-belt sampling.
sampling dilakukan tampa harus mengganggu jalannya operasi, karena sampling dilakukan terhadap batubara yang berada pada belt conveyor yang sedang berjalan (moving stream):
perkiraan presisi yang dicapai dapat diukur
bias yang mungkin terjadi dapat diukur
keamanan para sampler lebih terjamin

Stopped-belt sampling merupakan sampling cara manual yang sangat baik untuk dilakukan, namun sampling cara ini sangat mengganggu jalannya operasi dikarenakan belt conveyor harus di berhentikan setiap kali mengambil contoh (increment).

4. Dapatkah seorang sampler mengambil contoh secara manual dari belt conveyor yang sedang berjalan?

Pengambilan contoh batubara secara manual oleh seorang sampler dari belt conveyor yang sedang berjalan dengan kecepatan serta kapasitas laju angkut (flowrate) yang tinggi dan dilakukan dalam kurung waktu yang cukup lama serta frekwensi pengambilan yang cukup tinggi, tidak mudah dilakukan dan sangat berbahaya, oelh karena itu sedapat mungkin hindarilah cara tersebut.

Dibawah ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan penggunaan cara tersebut, yaiitu :
Kecepatan belt conveyor
Tebalnya batubara pada belt conveyor
kapasitas laju angkut (flowrate)
Top size partikel batubara

Dalam beberapa standard method telah ditetapkan beberapa angka sebagai batasan akan kondisi yang dianggap berbahaya pada pengambilan contoh dengan cara tersebut.

Kondisi satuan AS BS ISO

Kecepatan belt conveyor M/dt - >1.5 >1.5

Tebalnya batubara pada belt conveyor Cm - 20 20

Kapasitas laju angkut (flowrate) Ton/jam >200 >200 >200

Top size partikel Mm 63 80 80

III. Accuracy (Akurasi)

Accuracy dalam bahasa indonesianya adalah akurasi atau ketepatan, Yang dimaksud dengan akurasi suatu pengukuran ialah besar atau kecilnya penyimpangan hasil pengukuran tersebut terhadap nilai sesungguhnya.

Cara menentukan akurasi adalah dengan jalan membandingkan hasil pengukuran dengan nilai sesungguhnya. Apabila perbedaannya sangat kecil maka dikatakan bahwa pengukuran tersebut akurasinnya tinggi atau disebut juga dengan sangat akurat, dan sebaliknya apabila perbedaannya besar maka dikatakan bahwa dengan pengukuran tersebut akurasinya rendah atau dengan kata lain tidak akurat.

Nilai sesungguhnya tidak pernah bisa diketahui, oleh karena itu penentuan akurasi suatu pengukuran pun tidak dapat dilakukan yang dapat dilakukan hanyalah membandingkan hasil pengukuran tersebut terhadap nilai yang dianggap sama dengan nilai sesungguhnya (nilai pendekatan). Nilai pendekatan didapat dengan cara :
Merata-ratakan sebanyak mungkin hasil pengukuran, pengukuran sebaiknya dilakukan oleh beberapa pengukur yang berbeda, tentunya dengan cara yang sama dan dianggap paling baik.
Menentukan cara dan tempat sampling yang dianggap akan mendapatkan contoh yang dapat menghasilkan nilai sesungguhnya (misalnya stopped belt).

IV. Precision (presisi)

Precision dalam bahasa indonesianya adalah presisi atau kecermatan.Jika suatu pengukuran dilakukan berulang-ulang dan memberikan hasil yang variasinya kecil, maka dikatakan bahwa presisi pengukuran tersebut tinggi, sebaliknya apabila memberikan hasil yang variasinya besar, maka dikatakan bahwa presisi pengukuran tersebut rendah.

Presisi dan akurasi sebenarnya merupakan dua hal yang berbeda namun banyak orang menganggap kedua hal tersebut merupakan hal yang sama, perlu kita sadari bahwa suatu hasil analisa yang akurasinya rendah mungkin saja mempunyai presisi yang tinggi dan sebaliknya suatu hasil analisis yang presisinya tinggi mungkin saja tidak akurat.

Umumnya parameter yang dipergunakan untuk mengukur presisi ialah kadar abu, karena umumnya abu merupakan komponen yang paling bervariasi dalam batubara. Apabila kadar abunya rendah dan merata maka bisa dipergunakan parameter lain, seperti total moisture atau calorific value, namun perlu diperhatikan bahwa nilai kedua parameter ini mudah berubah.

V. Bias

Apabila perbedaan hasil suatu analisis dengan suatu hasil yang dianggap benar selalu lebih kecil atau selalu lebih besar, maka peristiwa tersebut disebut bias.

Batubara mempunyai partikel dengan ukuran dan berat jenis yang bervariasi, perlu kita ketahui bahwa kualitas tiap partikel batubara tersebut dapat berbeda satu sama lainnya.

semakin besar variansi distribusi partikel suatu batubara semakin besar pula variansi kualitasnya dan semakin besar kemungkinan terjadinya bias pada pengambilan contonya.

Sumber : http:http://idhamds.wordpress.com/2008/10/14/sampling-batubara/

Read More..

Rabu, 08 Juli 2009

Vulkanisme di Indonesia

1. PENDAHULUAN

Aktivitas batuan beku di Kepulauan Indonesia di beberapa tempat yang secara stratigrafi terletak pada batuan berumur tua hanya dijumpai dalam bentuk intrusi abisal dan hipabisal. Namun demikian aktivitas vulkanisma secara umum merupakan salah satu proses utama dalam perkembangan geologi kepulauan ini.

Kepulauan Indonesia adalah salah satu daerah gunungapi di dunia yang memiliki lebih dari 500 gunungapi muda dan 177 diantaranya aktif. Pengelompokan gunungapi ini terdiri dari gunungapi aktif dalam waktu sejarah, tahap solfatar dan fumarol dan lapangan solfatara-fumarol. Untuk Indonesia tahun 1600 diambil sebagai batas praktis untuk membatasi waktu sejarah menyebutkan gunungapi tersebut aktif atau tidak. Penyebutan ini sebenarnya relatif, karena boleh jadi suatu hari gunungapi yang pasif akan akan aktif lagi.


2. PRODUK LETUSAN GUNUNG API

Gunungapi-gunungapi di Kepulauan Indonesia menunjukkan tingkat letusan yang tinggi, dicirikan dengan material lepas yang dominan dibandingkan dengan seluruh material vulkanik yang keluar. Ritmann menghitung angka indeks erupsi gunungapi (IEG) dari Asia sekitar 95%, Filipina-Minahasa lebih dari 80%, Halmahera lebih dari 90%, Papua New Guinea lebih dari 90%, Busur Sunda sekitar 99%. Harga tertinggi IEG dalam sejarah tercatat pada letusan Tambora tahun 1815. Hal ini menunjukkan bahwa letusan yang kuat merupakan karakter dari gunungapi tipe orogen.

2.1. Breksi Gunungapi

Penamaan lahar pertama kali digunakan di Indonesia untuk menyebutkan breksi gunungapi yang ditransport oleh air. Istilah tersebut sekarang telah digunakan dalam acuan-acuan geologi dan vulkanologi. Lahar merupakan aliran lumpur yang mengandung material rombakan dan bongkah-bongkah menyudut berasal dari gunungapi. Endapan lahar mampu mencapai ketebalan beberapa meter sampai puluhan meter. Fragmen-frahmen penyusun terletak diantara matriks yang membulat sampai menyudut. Bongkah lava yang tertransport dapat mencapai beberapa meter kubik. Lahar dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu lahar dingin dan lahar panas. Lahar dingin tidaklah secara khusus berhubungan dengan aktivitas gunungapi. Ia dapat dipicu oleh hadirnya hujan di atas normal pada lereng yang tertutup oleh material lepas. Contoh lahar yang dipicu oleh hujan antara lain terdapat pada pelaharan G. Merapi yang mempunyai kisaran sebaran 25-30 km, serta lahar G. Raung mencapai jarak 40 km. Lahar dingin ini juga dapat dipicu oleh gempa, misalnya yang terjadi di Bengkulu pada tahun 1933. Lahar panas dapat disebabkan oleh pengosongan danau kawah, baik karena pembentukan kawah oleh amblesan maupun letusan. Letusan danau kawah akan menyebabkan arus lumpur panas, sehingga air akan bercampur dengan material gunungapi yang panas. Contoh pembentukan lahar ini terjadi di G. Kelud.

Guguran abu vulkanik di lereng gunungapi disebut ladu. Ladu merupakan campuran fragmen lava, dengan pasir dan abu yang dibentuk dari kubah aktif atau aliran lava. Ladu akan disebut sebagai awan-panas guguran ketika volume yang digugurkan menjadi besar dan terdiri dari bongkah lava membara merah pijar dan bergerak cepat. Apabila jumlah material yang gugur sangat besar, maka diasumsikan awan-panas guguran ini sudah merupakan karakter dari awan-panas letusan (Lacroix, 1930). Distribusi guguran gunungapi sangat dipengaruhi oleh topografi lokal. Guguran ladu cenderung mengikuti lembah; sementara guguran awan-panas akan menerjang melintasi lembah dan punggungan.

Suhu awan-panas di bagian dalam sangat tinggi, sementara di bagian tepi lebih cepat mendingin, sampai di bawah 450° C. Aliran awan-panas mampu menghanguskan tumbuh-tumbuhan, berbahaya bagi manusia dan hewan, serta merusak paru-paru. Suhu ladu relatif tinggi, diasumsikan suhu awal setingkat aliran lava antara 800°-1000° C. Setelah di kaki kerucut gunungapi suhu menurun menjadi 400o-450o C. Hartmann (1933) mengemukakan bahwa ladu G. Merapi mengandung COS, campuran berasal dari material organik dan belerang pada suhu di atas 400° C.

Hujan menyebabkan munculnya letusan sekunder yang kuat di endapan ladu baru. Ini merupakan hasil dari pembentukan uap air suhu tinggi, dan juga akibat oleh reaksi: COS+H20-CO2 t+H2S t+q (koefisien pemanas).

Neuman van Padang (1933) mengemukakan bahwa kecepatan jatuhan batu sekitar 30-35 m/detik pada kemiringan 35°, sedang kecepatan awan-panas guguran berawal dari 15-20 m/detik. Apabila terjadi peningkatan suhu lava dari 850°C menjadi 950°C, serta peningkatan kandungan gas, maka lava didorong ke luar oleh letusan kecil, sehingga masuk dalam kategori awan-panas letusan (Lacroix, 1930). Kecepatan awan-panas jenis ini sekitar 30-40 meter/detik, melebihi kecepatan guguran kubah lava. Penghancuran bongkah lava panas sepanjang peluncuran mendorong keluarnya gas yang tertekan. Efek dari pelepasan gas dan udara panas ini menjadikan tidak terjadi gesekan antar fragmen padat batuan. Ini menyebabkan selama terjadi awan-panas tidak terjadi bunyi bergemuruh.

Lacroix, Escher, dan Neuman van Padang telah menggolongkan awan-panas dari beragam aliran bongkah, pasir dan abu di lereng kerucut gunungapi. Semua awan-panas menunjukkan tipe guguran selama fase awal dan fase akhir dalam siklus erupsi, atau tipe letusan selama fase utama atau fase gas. Awan-panas ini naik tegak lurus ke atas, dan pada waktu yang sama suatu awan-panas menurun sepanjang lereng kerucut. Letusan memberikan jejak berbentuk kembang kol yang membubung ke atas.

Kerucut gunungapi muda mempunyai struktur labil sehingga mudah longsor dan membentuk rombakan di kaki lereng. Contoh kasus ini terdapat di G. Raung dan G. Galunggung. Di G. Raung, longsoran gunungapi membentuk bukit-bukit kecil di kaki gunungapi. Semula bukit-bukit ini dianggap pusat erupsi parasiter, tetapi Neuman van Padang (1939) membuktikan bahwa bukit tersebut merupakan sisa-sisa retas lava sepajang 60 km. Di sekitar G. Galunggung terdapat 3.600 bukit-bukit kecil yang dikenal dengan Perbukitan Seribu. Total volume bukit 142.4 juta m3, atau hanya 1/20 dari total volume sektor yang longsor. Pembentukan perbukitan ini diasumsikan terjadi karena kaldera dengan dinding tipis yang tersisa didorong ke luar, maka serakan dinding kaldera membentuk bukit-bukit di kaki gunungapi. Peristiwa di G. Raung dan G. Galunggung ini mungkin merupakan longsoran sangat besar yang kejadiannya dipicu oleh gempabumi, pembentukan retakan, guguran vulcano-tectonic, atau oleh erupsi ultra-volcanic seperti yang terjadi di Bandai-San di Jepang.

2.2. Pasir dan Debu Gunungapi

Breksi gunungapi nampak seperti hasil dekomposisi sekunder, penghancuran ekstrusi lava primer, pasir dan debu gunungapi. Transisi antara keduanya dibentuk oleh awan-panas dari ladu. Endapan seperti itu sering ditemukan di sekitar depresi volcano-tectonic seperti Toba dan Ranau di Sumatra. Endapan ini tidak disebarkan melalui udara, tetapi oleh aliran tufa mengikuti relief topografi. Aliran tufa ini dapat mencapai ketebalan beratus-ratus meter, dan endapan bagian bawah kadang terlaskan oleh proses auto-pneumatolitic, sebagai pembentukan ignimbrit. Endapan tersebut biasanya dihubungkan dengan erupsi celah jenis Katmaian.

Pasir dan debu akan tersebar di sekitar pusat erupsi gunungapi. Variasi endapan tersebut dengan breksi dan aliran lava akan membentuk struktur perlapisan (strato-volcanoes). Setelah letusan, abu vulkanik yang menutup permukaan. Pengendapan kembali abu vulkanik ini membentuk aliran lumpur dingin atau lahar di kaki gunungapi. Komposisi debu vulkanik yang dijatuhkan berubah sesuai dengan jarak dari pusat letusan. Unsur yang berat, seperti piroksen, ampibol dan bijih jatuh di dekat gunungapi, sedangkan partikel-partikel ringan dan gelas menyebar lebih luas.

2.3. Aliran Lava
Oleh karena explosivitas yang tinggi, breksi dan debu menjadi produk utama gunungapi di Indonesia, namun aliran lava juga merupakan gejala yang umum dijumpai. Contoh terbaru, lava mengalir dari celah pada G. Batur pada tahun 1926 (Stehn, 1928) dan aliran lava parasitik terjadi di G. Semeru pada tahun 1941 (Bemmelen, 1948). Tingkat kemampuan pengaliran sangat bervariasi. Aliran lava G. Merapi selama November-Desember 1930 rata-rata 300.000 m3 per hari, sedang pada tahun 1942-1943 rata-rata 12.000-15.000 m3 per hari.

Aliran lava panas relatif dinamis, mengikuti lembah sungai sebagai aliran, atau berlembar seperti tirai lava hasil erupsi fase B dari Tangkuban Prahu. Aliran lava dalam viskositas rendah dapat berbentuk lorong lava, sebab inti cairan lava terus mengalir setelah pembekuan mantel sebelah luar. Van Den Bosch (1941) mendeskripsikan contoh aliran lava andesitik ke dasitik yang jauh lebih kental, sehingga membentuk lidah lava.

2.4. Kubah Lava

Sifat kekentalan magma meningkat sebanding dengan penambahan kandungan silika. Sebagian andesit dan dasit yang sangat asam, akan mudah membentuk kubah, yang kadang-kadang disertai dengan lidah lava tebal menonjol pada bagian bawahnya. Banyak contoh dapat ditemukan di Indonesia, misalnya di erupsi Galunggung 1918, Kelud 1920, dan Merapi. Sekitar 40 kubah lava di Indonesia telah dideskripsi menjadi beberapa tipe. Hartmann menaksir bahwa separuh jumlah gunungapi aktif memproduksi kubah lava dengan kandungan 55% Si02, miskin gas, dan dengan suhu sekitar 95o C.

Bentuk kubah dipengaruhi oleh konfigurasi dari tempat lava diekstrusikan. Kubah tumbuh seiring dengan penambahan energi dari dalam sehingga luar lapisan sangat diregangkan. Akan terjadi semacam stratifikasi mantel berurutan yang paralel dari luar ke dalam dengan ketebalan sampai beberapa meter. Kubah yang terbentuk mempunyai kemiringan kubah antara 35°- 40°. Akhir pembentukan kubah lava akan membentuk depresi di bagian puncaknya. Depresi ini merupakan hasil berbagai faktor, seperti penyusutan oleh pendinginan, atau berhentinya tekanan keatas.

3. JENIS AKTIVITAS GUNUNGAPI

Kepulauan Indonesia menunjukkan adanya aktivitas gunungapi yang mempunyai cakupan luas. Mulai dengan ketenangan solfatara dan fumarole, dan meningkat secara ritmik, sehingga pelepasan energi di kawasan ini dapat dipelajari, termasuk letusan yang tidak terduga dari Tambora pada tahun 1815 dan Krakatau pada tahun 1883.

3.1. Aktifitas Solfatara dan Fumarol
Aktivitas solfatara dan fumarole mencerminkan kenaikan kandungan gas ke permukaan. Separuh pusat gunungapi aktif di Indonesia (89 dari 177) menunjukkan gejala ini.

3.2. Letusan Freatik

Letusan yang freatik terjadi karena adanya penambahan material gas yang mudah menguap (air, gas sulfur, karbondioksida dan semacamnya) yang berada di atas tubuh batuan beku yang panas, tetapi tidak diekstrusi oleh batuan tersebut. Contoh erupsi ini terjadi pada erupsi lumpur Kawah Baru di G. Papandayan pada kawah 1923 (Taverne, 1925), dan di Suoh pada tahun 1933 (Stehn, 1934). Erupsi freeatik Suoh memberikan pemahaman yang luar biasa. Pertama, letusan freatik yang dipicu oleh gempa bumi tektonik sangat jarang terjadi. Kedua, merupakan letusan freatik terbesar yang pernah diamati. Total jumlah lumpur yang dierupsikan sekitar 210 juta m3, menutupi daerah 35 km2 dengan ketebalan lapisan lumpur di pusat erupsi sekitar 20 m. Stehn mengkalkulasi kedalaman letusan mencapai 270 m.

3.3. Gunungapi Orogen

Gunungapi orogen normal memproduksi material magmatik alkali kapur, yang bervariasi dari erupsi eksplosif paroksismal tipe Plinian, sampai effusif lemah berupa sumbat lava. Jenis aktivitas gunungapi terutama tergantung pada dua faktor: a) sifat alamiah magma dan dinamika gas di dalamnya, dan b) komposisi kimia batuan, dan hubunganya dengan kandungan gas.

Escher (1933) menunjukkan bahwa karakter letusan terutama ditentukan oleh tekanan gas dan sifat kekentalan. Letusan Merapi merupakan prototipe aktivitas dari gunungapi tipe orogen di Indonesia. Gunungapi ini menunjukkan variasi karakter letusan yang beranekaragam. Kadang bersifat paroksismal dan meletus dengan waktu singkat dan kesempatan lain lava kental menerobos keluar pelan-pelan dari lubang konduitnya. Komposisi kimia dari lava, bagaimanapun, hanya sangat sedikit variasi dalam periode historis ini (54-55% Si02), sedemikian sehingga yang sifat kekentalan boleh berbeda dengan suhu tetapi sebenarnya relatif konstan.

Hartmann (1935) menggolongkan letusan Merapi ke dalam empat kelompok, berdasarkan isi gas dari letusan magma. Empat kelas ini menjadi proto-types dari gunungapi tipe orogen normal dengan produk batuan beku alkali kapur menengah. Secara umum, kelas A tidak menyebabkan letusan utama. Pada kelas B krisis mengikuti suatu fase awal, biasanya cukup waktu untuk pengungsian dan ukuran pencegahan lain. Yang paling berbahaya adalah letusan dari jenis C dan D, dengan pelepasan energi utama gunungapi tidak lama setelah permulaan siklus letusan.

Tabel 1: Penggolongan Erupsi Gunungapi (Hartmann)

Kelas A Wujud letusan sedikit / miskin gas. Fase awal dimulai dengan satu letusan kecil yang mengawali ekstrusi lava. Fase utama berupa pembentukan kubah lava dengan kecepatan 12.000 – 30.000 m3 per hari, sampai kubah mencapai volume besar, dan kemudian pertumbuhan kubah berhenti. Siklus diakhiri dengan proses guguran lava pijar yang berasal dari kubah. Kejadian guguran lava pijar dan awan-panas kecil dapat berlangsung.

Kelas B Wujud letusan lebih cukup banyak gas. Siklus diawali dengan adanya kubah lava sebagai batuan penutup kawah. Fase awal dimulai dengan letusan kecil yang menghancurkan batuan penutup. Fase utama berupa letusan tipe Vulkano yang bersumber di kubah lava dan menghancurkan kubah lava yang ada. Letusan menghasilkan asap letusan Vulkanian. Sebagian material kubah yang hancur manjadi awan-panas yang menyertai letusan tersebut. Fase akhir diisi dengan aliran lava kental atau pertumbuhan kubah lava baru pada bagian kubah atau di samping kubah yang hancur.

Kelas C Wujud letusan lebih banyak gas. Fase awal dimulai dengan adanya sumbat lava (bukan kubah lava) yang menutup kawah. Fase utama berupa letusan tipe St Vincent yang menghasilkan lubang baru. Fase akhir diisi dengan aliran lava, lidah lava, atau pertumbuhan kubah lava baru pada bagian kubah yang hancur. Jangka waktu letusan bervariasi, tetapi biasanya singkat. Ketika tekanan gas telah diturunkan oleh letusan ini, magma kental naik ke lubang konduit, sehingga menyebabkan suatu fase akhir dengan aliran lidah lava atau pembentukan suatu kubah lava.

Kelas D Wujud letusan lebih sangat kaya gas. Fase awal berupa letusan kecil yang melemparkan isi kawah. Fase utama berupa letusan tipe Perret yang langsung menyembur dan menghancurkan bagian atas tubuh gunungapi. Fase akhir diisi dengan aliran lava mengisi bagian tubuh gunungapi yang hancur. Pentingnya awan-panas yang menyertai erupsi ini sangat kuat, sebab puncak dari gunungapi adalah sering sebagian dirusak sepanjang fasa-utama dan material tua, begitu menambahkan kepada material baru, maka akan meningkatkan volume ladu dan menyertai awan-panas sepanjang fase erupsi.

3.4. Letusan Plinian

Letusan paroksismal paling kuat aktivitas gunungapi dimiliki oleh tipe Plinian. Salah satu contoh dikenal terbaik adalah letusan Krakatau pada tahun 1883 yang diuraikan Verbeek (1885), juga Escher (1919) dan Stehn (1929). Gentilli ( 1948) mempelajari kemungkinan efek dari letusan Krakatau 1883 pada iklim dunia.

Salah satu dari bencana gunungapi yang terbesar di zaman sejarah menjadi letusan dari Tambora pada 1815. Selama letusan ini tentang 150 juta m3 produk gunungapi dikeluarkan dan menyebabkan 92.000 korban yang merupakan seperempat total korban dari letusan gunungapi di dunia.

3.5. Letusan Katmaian

Di Indonesia tidak ada letusan jenis Katmaian. Letusan pernah terjadi pada zaman Holosen di Pasumah dan Toba. Studi mendalam aliran tufa liparit dan lava liparit akan mungkin mengungkapkan bahwa letusan celah itu jenis Katmaian, yang memproduksi ignimbrite.

Menurut Westerveld (1942) ignimbrit Pasumah di Sumatra Selatan juga merupakan aliran tufa riolitik yang terlaskan. Kristalisasi epigenetik gelas dari endapan tufa, dengan pembentukan albite sekunder dan tridimite dimasukkan sebagai pneumatolitik pada suhu 600° dan 400o C atau lebih rendah. Tufa Tuba di Sumatra Utara dikenali sebagai ignimbrit. Ignimbrit ini juga dikenali sebagai quartz-trachytes, quartz-trachyte-andesites, liparit, tufa liparit, atau riolit, yang pada dasarnya semua adalah batuan piroklastic. Tufa Toba tersebut menutupi kawasan seluas 20.000-30.000 km2 dan jumlah material yang secara umum disebut piroklastik ini terdiri dari kira-kira 1.500-2.000 km2.

3.6. Gunungapi Baru

Di Kepulauan ini gunungapi baru jarang terbentuk di dalam zaman historis. Di tahun 1898 pembentukan maar terjadi di Perkebunan Kali Jeruk, kaki G. Lamongan. Di tahun 1943, di G. Pegunungan di Timur Laut Papua, letusan gunungapi terjadi pada suatu tempat sebelumnya tidak ada gunungapi aktif direkam, meskipun demikian ada laporan bahwa ada aktivitas solfatar di daerah ini.

3.7. Aktivitas Gunungapi Bawah Laut

Neuman van Padang (1938) menyebutkan pusat aktivitas gunungapi bawah laut berikut di Kepulauan Indonesia dan tetangganya. Karakter dari suatu letusan sebagian besar ditentukan oleh sifat kekentalan dari magma dan tekanan gas. faktor yang membentuk tergantung pada komposisi kimia dan suhu. Magma subsilicatic basa sangat encer dibanding asam dan intermediet. Kita dapat menyusun berbagai jenis aktivitas gunungapi menurut tekanan gas dan yang sifat merekat di dalam tabel 2.

Tabel 2: Hubungan tekanan gas dan kekentalan lava

Kekentalan rendah Lembar lava, dengan contoh pada basal Sukadana dan rupsi fase B dari G. Tangkuban Prahu Stromboli, dengan contoh pada erupsi G. Batutara Erupsi tipe Plini, dengan contoh pada pembentukan kaldera G. Tambora 1815. Kekentalan menengah Aliran lava, dengan contoh pada erupsi G. Batur 1926dan G.Semeru 1941 Erupsi intermittent yang disebabkan oleh hujan dan awan-panas, dengan contoh erupsi G. Semeru 1885 - 1913 Erupsi tipe Plini , dengan contoh pada pembentukan kaldera G. Krakatau 1883.

Kekentalan tinggi Kubah lava, misalnya pada erupsi G. Galunggung 1918 dan G. Merapi 1940 Letusan yang disebabkan oleh hujan dan awan-panas dengan contoh di G. Merapi 1930-1935, 1942-1943 Erupsi tipe Katmai, dengan contoh erupsi pra sejarah di Posumah.

Tekanan gas rendah Tekanan gas menengah Tekanan gas tinggi
Klasifikasi A B-C D

4. PERIODISITAS AKTIVITAS GUNUNGAPI

Contoh baik periodiditas yang teratur tidak dijumpai karena tidak ada pengamatan detil, tetapi juga karena variabilitas dari faktor eksternal. Meskipun demikian, pengamatan dari dekat kadang-kadang menunjukkan suatu kecenderungan siklus, yang mungkin ditafsirkan sebagai ungkapan suatu kecenderungan waktu periodisitas aktivitas gunungapi.

4.1. Krakatau

Suatu irama dengan perioda erupsi yang berabad-abad ditunjukkan oleh kelompok Krakatau. Disini terdapat tiga siklus deferensiasi magmatik yang sesuai dengan peningkatan kandungan silika dari produk erupsi, yaitu fase Krakatau purba, fase Rakata, fase Perbuatan dan fase Anak Krakatau. Deduksi teoritis ini mempunyai hubungan yang tegas dengan tindakan pencegahan terhadap ancaman Krakatau. Ini penting untuk mendukung rasa hormat pada ahli gunungapi. Kejadian meletusnya Krakatau menunjukkan bahwa letusan akan cenderung diikuti oleh pengrusakan, dan bahkan akan menyebabkan ribuan orang meninggal. Penganan jauh hari penting dilakukan untuk menghindari.

4.2. Semeru

Semeru menunjukkan kecenderungan yang berbeda dalam waktu tertentu dalam langkah-langkah aktivitasnya: antara periode aktivitas yang kita temukan, periode tidur musim istirahat, serta durasi untuk tiap-tiap orde. Tetapi periodisasi aktivitasnya berumur beberapa hari sampai beberapa bulan dipisahkan oleh interval istirahat.

4.3. Kelud

Periode istirahat G. Kelud 1-12 tahun. Secara periodik meletus, membuang isi danau kawah di puncaknya. Ini menyebabkan bencana akibat suhu solfatar pada banjir lahar yang melanda lahan subur dan pemukiman di kaki gunungapi.

5. BENTUKAN GUNUNGAPI

Klasifikasi genetis bentukan vulkanik dapat diberikan, dan mempunyai keuntungan bahwa itu memungkinkan kita menguraikan hubungan antara proses tektonis dan gunungapi. Hasil bentukan gunungapi dapat dikelompokkan ke dalam dua kelas utama, yaitu a) bentukan positif (protuberance), dan b) bentukan negatif (hollow). Kedua-duanya dapat dibagi menjadi dua sub kelompok, yaitu sub-kelompok gunungapi, dan sub-kelompok volcano-tectonic.

Bentukan Positif Gunungapi, terjadi karena volume magma yang dikeluarkan sama dengan volume magma yang menekan ke atas. Termasuk golongan ini adalah: lava shield di Sukadana, comulo volcanoes di Lampung, cinder cone di G. Lamongan, dan strato volcanoes G. Merapi. Bentukan Positif Volcano-tectonic terjadi karena volume magma yang ditekan ke atas melebihi volume material yang dikeluarkan di permukaan. Termasuk dalam kelompok ini adalah punggungan akibat injeksi lakolit dan pengangkatan geantiklin karena gaya magma endogen. Termasuk golongan ini adalah pengangkatan karena pembubungan lakolit di kompleks Mapas, pengangkatan karena pembubungan batolit di Batak tumor, serta pengangkatan geantiklin karena pembubungan astenolit, misalnya di perbukitan Barisan.

Bentukan gunungapi negatif terjadi ketika jumlah material yang disebarkan oleh letusan lebih besar dari material yang dikirimkan dan disimpan di dalam kawah. Bentukan negatif gunungapi terdiri dari bentukan letusan atau bentukan amblesan.

Bentukan negatif dapat terjadi karena kegiatan letusan dan amblesan. Bentukan karena letusan terjadi ketika material yang dipindahkan lebih banyak dibanding magma yang dikirimkan ke permukaan. Bentukan eksplosif ini dapat berupa maar, misalnya di Grati, dan kawah di banyak tempat. Bentukan amblesan (kaldera) misalnya di Tengger. Bentukan negatif Volcano Tectonic dapat terjadi karena rifft-structure dan subsidence-structure. Rifft-structures (barranco, sector-graben dan lainnya, yang disebabkan oleh runtuhan kerucut vulkanik, misalnya G. Surapati; disebabkan oleh pengangkatan kerucut, misalnya G. Merbabu, disebabkan oleh tectonic arching, G. Ringgit-Beser. Subsidence structure, misal G. Ungaran.

Tanakadate (1929) memerikan beberapa tipe kaldera, yaitu:
a) Kaldera Kawah, terdapat di bagian puncak dan dengan bentuk relatif bulat, sehingga seperti kerucut terpotong. Contoh kaldera jenis ini terdapat di Tengger dan Batur.
b) Kaldera Depreso berhubungan dengan gunungapi maupun kompleks gunungapi, tetapi tidak selalu berubungan dengan pusat erupsi. Contoh kaldera ini di Bantam.
c) Tipe kerucut, berbentuk konkoidal yang merupakan hasil erupsi 2 kawah bersamaan, yang berbeda dengan 2 sebelumnya. Cekungan Pilomasin di Lampung merupakan contoh kaldera ini

Read More..

Jumat, 19 Juni 2009

Sifat Fisik Fluida Reservoir

Kelakuan sifat-sifat fisik fluida reservoir diperlukan untuk evaluasi kinerja reservoir. Sifat fisik fluida reservoir minyak dapat diperoleh dari pengolahan data hasil percobaan di laboratorium, atau apabila data tersebut tidak tersedia, dapat dilakukan penentuannya dengan metoda korelasi. Sifat-sifat fisik fluida reservoir minyak yang dimaksud antara lain :

TEKANAN GELEMBUNG/TEKANAN SATURASI (pb)

Tekanan gelembung didefinisikan sebagai tekanan di mana saat pertama kali terjadi gelembung gas ke luar dari fasa minyak. Penentuan tekanan gelembung dapat dilakukan dengan berbagai cara. Beberapa contoh metode yang digunakan antara lain :
a. Percobaan di laboratorium dengan menggunakan sampel dari lapangan dengan menggunakan metode Flash Liberation (gambar 1) atau Differential Liberation (gambar 2). Prinsip dari kedua metode diatas adalah dengan mengukur tekanan pada saat fluida mengeluarkan gelembung pertama kali pada saat tekanannya diturunkan.
b. Dengan menggunakan korelasi, misalnya korelasi Standing yang mempunyai persamaan:

Selengkapnya download di sini



Read More..

Selasa, 16 Juni 2009

IPR DUA FASA dan TIGA FASA

Pada bab ini akan membahas mengenai resevoar yang memiliki fracture. Resevoar seperti itu pada umumnya ditemukan di formasi batuan limestone yang diendapkan di daerah lautan. Hal ini sangat sesuai dengan tipikal resevoar di Indonesia.
Perlu dipahami bahwa dalam satu batuan bisa terdapat satu atau dua bagian, yakni:
• Bagian yang mengalami perekahan.
Pada bagian ini, ia memiliki permeabilitas yang tinggi namun tidak dapat menyimpan minyak.
• Bagian yang tidak mengalami perekahan disebut matrix.
Pada bagian ini, permeabilitas yang didapatkan tidak terlalu tinggi namun ia dapat menyimpan minyak.
Sehingga dalam satu batuan dapat terjadi tiga jenis aliran fluida, yakni:
• Aliran fluida dari matrix ke matrix
• Aliran fluida dari rekahan ke matrix
• Aliran fluida dari matrix ke rekahan
Dan persamaan IPR nantinya hanya akan mempresentasikan aliran fluida yang melalui matrix.

Selengkapnya download di sini


Read More..

Senin, 08 Juni 2009

Progressive Cavity Pump (PC Pump)

Sejarah Progressive Cavity Pump

Progressive Cavity Pump atau biasa disebut pompa PCP merupakan salah satu alat dari artificial lift untuk meningkatkan laju produksi dalam industri perminyakan. Sejarah PCP dimulai pada akhir tahun 1920-an dimana Seorang warga Perancis Rene Moineau mendesain rotary compresor dengan sistem mekanisme rotasi baru yang digunakan untuk penggunaan tekanan fluida yang bervariasi. Dia menamakan alatnya sebagai “Capsulism”. Di pertengahan tahun 1950-an, prinsip PCP diaplikasikan untuk aplikasi motor hidrolik yang berbanding terbalik dengan penggunaan PCP.

Kemudian pada tahun 1980-an, PC pump digunakan sebagai metode artificial lift, lebih dikenal sebagai pompa alternatif dari metode pengangkatan konvensional yang umumnya dipakai dalam industri perminyakan. Sekarang PC pump digunakan untuk pengangkatan fluida dengan kedalaman lebih dari 2000 meter. Alat ini menawarkan banyak keuntungan dibandingkan peralatan pengangkatan traditional. Tentunya, yang lebih penting adalah biaya produksi yang lebih rendah per barrelnya.

Elemen Utama & Desain PCP

Pompa ini memiliki 2 elemen utama yaitu rotor dan stator (Lihat gambar 3, dibawah). Rotor sebagai penggerak PCP, berbentuk batang spiral yang terbuat dari alloy steel atau stainless steel yang dibalut dengan chrome. Ada juga yang terbuat dari chrome seara keseluruhan. Biasanya memiliki panjang 1.5 – 14 meter dengan diameter ¾ – 1 inch. Sedangkan stator sebagai seal rotor (wadahnya) yang berbentuk spiral, terbuat dari steel tube diluarnya dan elastomer berbahan nitrile rubber atau viton rubber didalamnya (merupakan co-polymer acrylonitrile & butadine). Stator dengan desain khusus memiliki elastomer yang terbuat dari teflon. Biasanya memiliki panjang yang kurang lebih sama dengan rotor yaitu sekitar 1.5-14 meter namun dengan ukuran diameter yang lebih besar antara 2.5-4.5 inch.



Selengkapnya download di sini
Read More..

Well Completion

Well completion merupakan tahapan akhir dari proses pemboran sebuah sumur migas, setelah sumur tsb dinyatakan ekonomis dan layak produksi berdasarkan hasil-hasil logging, sampling dan well testing. Completion design dan technique merupakan dua hal yang berkaitan erat untuk menentukan jenis completion mana yang paling tepat berdasarkan karakteristik sebuah sumur migas, agar minyak dan atau gas bisa diproduksi secara optimum dengan cost minimum. Dalam menentukan completion design, biasanya drilling engineer akan bekerja sama dengan reservoir dan production engineer.

Jenis-jenis well completion adalah:

1. Open Hole Completion
Open Hole completion merupakan jenis well completion dimana pemasangan casing hanya diatas zona produktif sehingga formasi produktif dibiarkan tetap terbuka tanpa casing kebawahnya. Sehingga formasi produktif secara terbuka diproduksikan ke permukaan.

Keuntungan Open Hole Completion:
 Biaya murah dan sederahana
 Mudah bila ingin dilakukan Logging kembali
 Mudah untuk memperdalam sumur
 Tidak memerlukan biaya perforasi

Kerugian Open Hole Completion:
 Biaya perawatan mahal (perlu sand clean-up rutin)
 Sukar melakukan stimulasi pada zona yang berproduksi
 Tidak dapat melakukan seleksi zona produksi
 Batuan pada formasi harus Consolidated

Source: www.oil-gas.state.co.us

2. Cased Hole Completion

Cased Hole Completion merupakan jenis completion yang menggunakan casing secara keseluruhan hingga menutupi zona formasi produktif lalu dilakukan perforasi untuk memproduksikannya.

Keuntungan Cased Hole Completion:

 Bisa melakukan multiple completion
 Zona produktif antar lapisan tidak saling berkomunikasi sehingga memudahkan perhitungan flowrate tiap lapisan
 Lebih teliti dalam penentuan kedalaman subsurface equipment. Karena wireline logging dilakukan sebelum produksi.
 Sangat baik untuk diterapkan pada formasi produktif sandstone.


Selengkapnya download di sini!!!!
Read More..

Chemical Flooding (Chemical Injection-EOR)

Chemical Flooding adalah suatu metode EOR dengan menginjeksikan cairan yang akan bereaksi secara kimiawi (chemical liquid) di dalam reservoir. Jenis-jenis Chemical yang diinjeksikan adalah:

a. Surfactant
Surfactant yang dipakai umumnya Commercial Petroleum Sulfonate, Sodium Dodecyl Sulfate. Tujuan digunakannya surfactant adalah menurunkan tegangan permukaan (interfacial tension) minyak-air di dalam reservoir. Dengan menurunnya tegangan permukaan, maka akan menurunkan tekanan kapiler yang berpengaruh terhadap wettabilitas batuan. Sehingga akan meningkatkan effisiensi pendesakan (Displacement efficiency).

Proses surfactant flooding:
 Preflush.
System pengkondisian reservoir. Biasanya diinjeksikan dalam volume sedikit dengan chemical surfactant.
 Surfactant slug

Ini merupakan tahap injeksi selanjutnya dengan memasukkan chemical surfactant dengan besaran 25-100% pore volume reservoir. Tujuannya untuk mendapatkan mobility ratio yang baik (M<1)>




Selengkapnya download di sini
Read More..

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perencanaan Pengangkatan Serbuk Bor.

Faktor-faktor ini sangat penting dalam operasi pemboran khususnya dalam pengangkatan serbuk bor. Menurut Ziedler, 1988, karena kompleksnya mekanisme pengangkatan serbuk bor, terdapat banyak faktor-faktor yang mempengaruhi pengangkatan serbuk bor oleh lumpur pemboran. Faktor-faktor tersebut terbagi dalam empat kategori, yaitu:
 Kecepatan lumpur di annulus
 Sifat fisik lumpur
 Sifat fisik serbuk bor
 Faktor mekanis

1. Kecepatan Lumpur di Annulus.

Lumpur pemboran yang digunakan untuk mengangkat serbuk bor, disirkulasikan dengan kekuatan pompa, dengan mengatur pompa kita dapat mengubah-ubah laju alir lumpurnya. Lumpur yang mengalir di annulus mempunyai kecepatan. Kecepatan lumpur dan ukuran annulus juga berpengaruh pada viscositas effektif, semakin tinggi kecepatan lumpur dan semakin sempit ukuran annulusnya, maka semakin kecil viscositas effektifnya, sehingga akan semakin memperbesar kecepatan slipnya.

1.1. Pola Aliran di Annulus

Menurut Millpark, 1991, pola aliran fluida ada dua yaitu laminer dan turbulen. Pada aliran laminer aliran fluida bergerak pada laju yang lambat, teratur dan geraknya sejajar dengan dinding pipa.

Pada aliran turbulen, fluida bergerak dengan kecepatan yang lebih besar dari aliran laminer dan partikel-partikel fluida bergerak pada garis-garis yang tidak teratur sehingga terdapat aliran berputar atau yang disebut juga dengan pusaran Eddie, dan arah gerakan yang terjadi sangat tidak teratur.

1.2. Bilangan Reynold (Reynold Number = Re)

Untuk menentukan pola aliran tersebut laminer atau turbulen, digunakan bilangan Reynold (re). Dari percobaan pada fluida Newtonian, diketahui bahwa untuk Re >3000 adalah turbulen, dan Re = 928  V D / µ


Selengkapnya download di sini
Read More..

Wireline Logging

Pada saat ini harga minyak sedang membumbung tinggi, dan sempat menembus angka $130 yang merupakan harga tertinggi dalam sejarah industri perminyakan. Negara-negara pengekspor minyak menikmati windfall profit yang tidak sedikit, termasuk negara-negara yang tergabung dalam OPEC (kecuali Indonesia?). Demikian halnya dengan perusahaan-perusahaan minyak, dimana kondisi harga minyak yang tinggi ini membuat Exxon Mobil mampu muncul sebagai perusahaan yang menghasilkan akumulasi profit tertinggi (2000-2004) sebesar $88.1 milyar melampaui General Electric ($74.2 milyar).

Cadangan minyak dunia terus menurun, dikarenakan temuan sumber-sumber minyak baru tidak seimbang dengan kebutuhan energi yang ada. Negara adidaya seperti Amerika Serikat membutuhkan bahan bakar minyak sekitar 21 juta barrel per hari, ini lebih dari dua puluh kali lipat produksi minyak Indonesia sekarang, dan 60% kebutuhannya harus diimport dari luar Amerika. Ditambah lagi dengan China yang didorong oleh kemajuan ekonominya merubah negara ini semakin ‘rakus’ akan energi, serta India yang juga sedang mengalami kemajuan ekonomi yang pesat.

Kondisi politik dibeberapa negara penghasil minyak juga merupakan faktor pendorong naiknya harga minyak. Gejolak di Irak yang tidak kunjung reda ditambah dengan pertikaian antara Turki dengan orang-rang Kurdish di bagian barat-utara Irak , kondisi politik di Venezuela, masalah nuklir di Iran dan sengketa antar suku serta kegiatan bersenjata oleh para pemuda liar (area boys) didaerah penghasil minyak di Nigeria, memberikan kontribusi terhadap tingginya harga minyak saat ini.

Lalu darimana sumber energi lainnya akan didapatkan? Berbicara tentang hidrogen sebagai sumber energi yang terbarukan masih membutuhkan waktu yang panjang. Sekitar dua puluh tahun lagi menurut prediksi para ahli, hidrogen dapat menjadi sumber energi yang ekonomis setelah masalah-masalah teknis dasar mulai dari cara penyimpanannya hingga aspek keselamatan pemakaian energi hidrogen dapat teratasi. Jadi posisi minyak sebagai sumber energi utama masih belum dapat disingkirkan, yang diikuti oleh batu bara dan gas alam sebagai sumber energi.

Awal Mula Evaluasi Formasi

Kapan sebenarnya sumur minyak mulai digali? Dari catatan yang ada disebutkan bahwa di China (sekitar tahun 347 SM) sumur minyak digali sampai ke dalaman 800 kaki dengan menggunakan bambu yang ujungnya dipasang mata bor. Marco Polo ketika dalam perjalanannya tahun 1264 mencatat bahwa orang di Baku, Azerbaijan telah menggunakan minyak dari dalam tanah sebagai penerangan ketika orang di Eropa masih menggunakan minyak dari ikan paus.


Selengkapnya download di sini
Read More..

Teknik Gas Alam

HUKUM-HUKUM GAS


Hukum gas berkenaan dengan hubungan antara volume terhadap tekanan, temperatur, molar dan tetapan yang dipengaruhi oleh faktor tekanan dan temperatur.
V ~ P, T, n, K (P, T)

dimana :

V = volume gas
P = tekan gas
T = Temperatur gas
n = molar
K(P,T) = tetapan

Sifat-sifat fisik gas sangat dipengaruhi oleh faktor :

1. Tekanan
2. Gaya tarik menarik antara molekul
3. Sifat antara molekul yang cenderung untuk saling membatasi
4. Gaya tolak-menolak yang merupakan medan listrik dari masing-masing molekul.
5. Energi kinetis (tergantung pada temperatur).
Beberapa hukum gas yang telah dibuat berdasarkan hasil-hasil eksperimen
yaitu : hukum Boyle, hukum Charles, hukum Dalton dan hukum Amagat.

1. Hukum Boyle menyatakan bahwa nilai volume gas pada kondisi suhu yang tetap adalah berbanding terbalik dengan tekanan.

atau :
PV = tetapan
2. Hukum Charles yang menyatakan bahwa nilai volume gas pada kondisi tekanan yang tetap adalah berbanding lurus dengan suhu.
V = tetapan x T
atau :
tetapan
3. Hukum Dalton yang menyatakan bahwa tekanan gas pada keadaan dimana volumenya berupa campuran beberapa kompon, nilainya adalah total dari tekanan masing-masing komponen gas campuran tersebut.
P =
dimana :
Pi = tekanan komponen msing-masing gas
4. Hukum Amagat yang menyatakan bahwa volume total gas pada keadaan gas campuran dengan P dan T campuran adalah sebesar jumlah dari volume masing-masing gas campuran tersebut.


Selengkapnya download di sini
Read More..

Metode Geolistrik

1. PENDAHULUAN

Metoda ini lebih efektif jika digunakan untuk eksplorasi yang sifatnya dangkal, jarang memberikan informasi lapisan di kedalaman lebih dari 1000 feet atau 1500 feet. Oleh karena itu metoda ini jarang digunakan untuk eksplorasi minyak tetapi lebih banyak digunakan dalam bidang engineering geology seperti penentuan kedalaman batuan dasar, pencarian reservoir air, juga digunakan dalam eksplorasi geothermal. Tetapi walaupun begitu pada akhir-akhir ini metoda ini digunakan dalam eksplorasi minyak bumi antara lain di Rusia, Canada dan Indonesia. Metoda geolistrik juga cocok digunakan monitoring gerakan air garam Fried (1975). White (1988) melakukan monitoring arah dan kecepatan aliran ground water dengan metoda resistivitas menggunakan konfigurasi Schlumberger dan Wenner. Berdasarkan identifikasi variasi risistivitas listriknya, maka metoda geolistrik tahanan jenis diperkirakan dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi rembesan dan pencemaaran polutan yang disebabkan oleh kebocoran oli di bawah permukaan tanah.

Metoda tahanan jenis adalah salah satu metoda dari kelompok metoda geolistrik yang digunakan untuk mempelajari keadaan bawah permukaan dengan cara mempelajari sifat aliran listrik dalam batuan dibawah permukaan bumi. Yang dipelajari disini mencakup besaran medan potensial , medan elektromagnetik yang diakibatkan oleh aliran arus listrik secara alamiah (pasif) maupun secara buatan (aktif). Beberapa metoda yang termasuk didalam kelompok ini adalah :

• Tahanan jenis
• Tahanan jenis head on
• Potensial diri
• Polarisasi terimbas
• EM VLF
• Magnetoeluric
• Arus Telurik
• Elektromagnetik

Berdasarkan letak (konfigurasi) elektroda-elektroda potensial dan elektroda-elektroda arus, dikenal beberapa jenis konfigurasi untuk resistivitas tahanan jenis, antara lain :

1. Konfigurasi Schlumberger
2. Konfigurasi Wenner
3. Konfigurasi Dipole-dipole
4. Konfigurasi Pole-pole
5. Konfigurasi Mise ala mase


Selengkapnya download di sini

Read More..

Metode Geofisika 2

Geofisika berasal dari kata geo, yang artinya bumi, dan fisika. Dari akar keilmuannya sendiri, geo berasal dari kata geologi. Jadi, geofisika ialah ilmu yang menerapkan prinsip-prinsip fisika untuk mengetahui dan memecahkan masalah yang berhubungan dengan bumi, atau dapat pula diartikan mempelajari bumi dengan menggunakan prinsip-prinsip fisika. Karena perkembangannya yang sangat cepat, batas yang jelas antara geologi, fisika, dan geofisika menjadi semakin kabur. Sebagian orang menganggap geofisika sebagai bagian dari geologi, sementara yang lain menganggapnya sebagai bagian dari ilmu fisika.

Secara klasik urutan penyelidikan geofisika untuk eksplorasi di suatu daerah adalah magnetik, gaya berat, seismik bias dan pantul. Dalam pelaksanaannya urutan penyelidikan demikian sering tidak diikuti, hal itu terdorong oleh beberapa hal diantaranya keterbatasan biaya dan adanya keinginan untuk memperoleh data secepat-cepatnya.
Penelitian geofisika umum bermanfaat untuk mendapatkan gambaran geologi, bisa dalam arti yang luas ataupun dalam arti yang khusus.

Data yang dihasilkan bermanfaat bagi pemeta geologi, geoteknik, dan hidrogeologi.
Dalam arti yang luas berarti masih bersifat umum dan biasanya untuk daerah yang luas, misalnya untuk membedakan batuan sedimen berikut struktur regionalnya. Data demikian bisa didapat dengan metoda seismik atau gaya berat umum. Data khusus misalnya untuk mengetahui penyebaran lapisan batubara tertentu, bisa dibantu untuk mendapatkan indikasinya mempergunakan gaya magnet di tanah, tahanan listrik, seismik pantul.

1. Metoda Gaya Berat (Gravitasi)

Metoda ini untuk mengukur adanya perbedaan kecil medan gaya berat batuan. Perbedaan ini disebabkan karena adanya distribusi massa yang tidak merata di kerak bumi sehingga menimbulkan tidak meratanya distribusi massa jenis batuan.


Selengkapnya download di sini

Read More..

1. Sistem Tenaga (Power Sytem)

1. DASAR TEORI

Sistem tenaga dalam suatu operasi pemboran terdiri dari dua subkomponen utama, yaitu :

1. Power suplay equipment

Tenaga yang dibutuhkan pada suatu operasi pemboran dihasilkan oleh mesin-mesin besar, yang dikenal dengan "prime mover" (penggerak utama). Tenaga yang dihasilkan tersebut digunakan untuk keperluan-keperluan sebagai berikut :
• sirkulasi lumpur,
• hoisting, dan
• rotary drill string.

2. Distribution (transmission) equipment

Berfungsi untuk meneruskan atau menyalurkan tenaga dari penggerak utama, yang diperlukan untuk suatu operasi pemboran. Sistem distribusi (transmisi) yang biasa digunakan ada dua macam, yaitu sistem transmisi mekanis dan sistem transmisi listrik (electric). Rig tidak akan berfungsi dengan baik bila distribusi tenaga yang diperoleh tidak mencukupi. Oleh sebab itu diusahakan tenaga yang hilang karena adanya transmisi atau distribusi tersebut dikurangi sekecil mungkin, sehingga kerja mesin akan lebih efisien.

Sistem tenaga yang dipasang pada suatu unit operasi pemboran secara prinsip harus mampu memenuhi keperluan-keperluan sebagai berikut :

• fungsi angkat,
• fungsi rotasi,
• fungsi pemompaan, dan
• fungsi penerangan.



a. Menghitung keperluan tenaga untuk fungsi angkat

Tenaga dari fungsi angkat dari motor melalui transmisi, drawwork, drilling cable dan sistem takel yang terdiri dari crown block dan travelling block diteruskan ke rangkaian pipa bor.

Maka, rendemen total antara motor dan hook :

• Conventiser : 0,7 - 0,8
• Transmisi : 0,88
• Drawwork : 0,90
• Takel : 0,87 untuk 8 kabel dan 0,85 untuk 10 kabel

sehingga, rendemen total untuk 10 kabel adalah

0,75 x 0,88 x 0,90 x 0,85 = 0,505

Tenaga untuk fungsi pengangkatan harus mampu untuk melayani pemboran sampai kedalaman limit pada kondisi ekonomis.


Selengkapnya download di sini
Read More..

2.Sistem Pengangkatan (Hoisting System)

1. TEORI DASAR

Sistem pengangkatan dalam pemboran memegang peranan yang sangat penting, mengingat bahwa sistem pengangkatan ini adalah sistem yang mendapat beban, baik beban vertikal maupun horizontal.

Beban vertikal yang dialami berasal dari beban menara itu sendiri, beban drill string, casing string, tegangan dari fast line, beban karena tegangan deadline serta beban dari blok-blok. Sedangkan beban horizontal berasal dari tiupan angin yang mana hal ini sangat terasa mempengaruhi beban sistem pengangkatan pada pemboran di lepas pantai (off shore).

Sistem pengangkatan terdiri dari dua sub komponen, yaitu:

1. Struktur penyangga (supporting structure)
2. Peralatan pengangkatan (hoisting equipment)

2. STRUKTUR PENYANGGA

Struktur penyangga (rig), adalah suatu kerangka sebagai platform yang berfungsi sebagai penyangga peralatan pemboran. Kerangka ini diletakkan di atas titik bor. Fungsi utamanya untuk trip, serta untuk menahan beban yang terjadi akibat peralatan bor itu sendiri maupun beban dari luar.

Stuktur penyangga terdiri dari :

• Substructure,
• Lantai bor (rig floor), dan
• Menara pemboran (drilling tower).

Untuk menara pemboran, ada dua tipe menara :

• Type standart (derrick), dan
• Type portable (Mast).

Secara ringkas, spesifikasi menara dapat dilihat pada tabel 1.


Selengkapnya download di sini
Read More..

3.Sistem Pemutar (Rotating System)

SISTEM PEMUTAR (ROTATING SISTEM)

1. TEORI DASAR

Fungsi utama sistem pemutar adalah untuk memutar rangkaian pipa bor dan memberikan beban (beratan) pada bagian atas dari pahat selama operasi pemboran berkangsung. Selain itu peralatan putar juga berfungsi untuk menggantungkan rangkaian pipa bor yaitu dengan slip yang dipasang (dimasukkan) pada rotary table ketika disambung atau melepas bagian-bagian drill pipe.

Sistem pemutar ini terdiri dari tiga sub komponen utama, yaitu :
1. Peralatan putar (rotary assembly)
2. Rangkaian pipa bor
3. Mata bor atau pahat (bit)

2. PERALATAN PUTAR

Peralatan putar ditempatkan pada lantai bor di bawah crown block dan diatas lubang. Peralatan putar terdiri dari Meja putar, Master bushing, Kelly bushing, dan Rotary Slip.

a. Meja putar

Meja putar (rotary table) berfungsi untuk :

• Meneruskan gaya putar dari drawwork ke rangkaian pipa bor melalui kelly bushing dan kelly.
• Menahan pipa bor dalam lubang pada saat penyambungan atau pelepasan pipa bor dilakukan.
Tenaga dari prime mover disalurkan ke rotary table dengan dua cara, yaitu :
• Dengan menggunakan rantai melalui drawwork.
• Langsung dari prime mover dengan belt.

b. Master bushing

Master bushing merupakan bagian dari rotary table yang berfungsi sebagai kedudukan kelly bushing atau rotary slip.

c. Kelly bushing

Kelly bushing berfungsi untuk meneruskan tenaga putardari rotary table ke rangkaian pipa bor selama operasi pemboran berlangsung.

d. Rotary Slip

Rotary slip akan berfungsi sebagai penggantung rangkaian pipa bor pada saat dilakukan penyambungan ataupun pelepasan bagian rangkaian pipa bor. Pemasangannya dilakukan dengan cara memasukkannya ke dalam master bushing.


Selengkapnya download di sini
Read More..

5. Sistem Pencegahan Semburan Liar ( Blowout Preventer System )

1. PENDAHULUAN

Fungsi utama dari sistem pencegahan semburan liar (BOP System) adalah untuk menutup lubang bor ketika terjadi “kick”. Blowout terjadi karena masuknya aliran fluida formasi yang tak terkendalikan ke permukaan. Blowout biasanya diawali dengan adanya “kick” yang merupakan suatu intrusi fluida formasi bertekanan tinggi kedalam lubang bor. Intrusi ini dapat berkembang menjadi blowout bila tidak segera diatasi.
Rangkaian peralatan sistem pencegahan semburan liar (BOP System) terdiri dari dua sub komponen utama yaitu Rangkaian BOP Stack, Accumulator dan Sistem Penunjang.

1. Rangkaian BOP Stack.

Rangkaian BOP Stack ditempatkan pada kepala casing atau kepala sumur langsung dibawah rotary table pada lantai bor.

Rangkaian BOP Stack terdiri dari peralatan sebagai berikut :

• Annular Preventer.
Ditempat paling atas dari susunan BOP Stack. Annular preventer berisi rubber packing element yang dapat menutup lubang annulus baik lubang dalam keadaan kosong ataupun ada rangkaian pipa bor.
• Ram Preventer.
Ram preventer hanya dapat menutup lubang annulus untuk ukuran pipa tertentu, atau pada keadaan tidak ada pipa bor dalam lubang.

Jenis ram preventer yang biasanya digunakan antara lain adalah :

1. Pipe ram
Pipe ram digunakan untuk menutup lubang bor pada waktu rangkaian pipa borberada pada lubang bor.
2. Blind or Blank Rams
Peralatan tersebut digunakan untuk menutup lubang bor pada waktu rangkaian pipa bor tidak berada pada lubang bor.
3. Shear Rams
Shear rams digunakan untuk memotong drill pipe dan seal sehingga lubang bor kosong ( open hole ), digunakan terutama pada offshore floating rigs.
• Drilling Spools.
Drilling spolls adalah terletak diantara preventer. Drilling spools berfungsi sebagai tempat pemasangan choke line ( yang mengsirkulasikan “kick” keluar dari lubang bor ) dan kill line ( yang memompakan lumpur berat ). Ram preventer pada sisa-sisanya mempunyai “cutlets” yang digunakan untuk maksud yang sama.
• Casing Head ( Well Head ).
Merupakan alat tambahan pada bagian atas casing yang berfungsi sebagai fondasi BOP Stack.


Selengkapnya download di sini

Read More..

4.Sistem Sirkulasi (Circulating System)

1. TEORI DASAR

Tujuan utama dari sistem sirkulasi pada suatu operasi pemboran adalah untuk mensirkulasikan fluida pemboran (lumpur bor) ke seluruh sistem pemboran, sehingga lumpur bor mampu mengoptimalkan fungsinya.

Sistem sirkulasi pada dasarnya terdiri dari empat komponen, yaitu :
1. Fluida pemboran (lumpur bor),
2. Tempat persiapkan ,
3. Peralatan sirkulasi, dan
4. Conditioning area.

2. LUMPUR PEMBORAN (DRILLING FLUID, MUD)

Fluida pemboran merupakan suatu campuran cairan dari beberapa komponen yang dapat terdiri dari : air (tawar atau asin), minyak, tanah liat (clay), bahan-bahan kimia, gas, udara, busa maupun detergent. Di lapangan fluida dikenal sebagai "lumpur" (mud).

Lumpur pemboran merupakan faktor yang penting serta sangat menentukan dalam mendukung kesuksesan suatu operasi pemboran. Kecepatan pemboran, efisiensi, keselamatan dan biaya pemboran sangat tergantung pada kinerja lumpur pemboran.

Fungsi lumpur dalam suatu operasi pemboran antara lain adalah sebagai berikut :

1. Mengangkat cutting ke permukaan.
2. Mendinginkan dan melumasi bit dan drill string.
3. Memberi dinding lubang bor dengan mud cake.
4. Mengontrol tekanan formasi.
5. Membawa cutting dan material-material pemberat pada suspensi bila sirkulasi lumpur dihentikan sementara.
6. Melepaskan pasir dan cutting dipermukaan.
7. Menahan sebagian berat drill pipe dan cutting (bouyancy efect).
8. Mengurangi effek negatif pada formasi.
9. Mendapatkan informasi (mud log, sampel log).
10. Media logging.

2.1. Komposisi lumpur pemboran.

Komposisi lumpur pemboran ditentukan oleh kondisi lubang bor dan jenis formasi yang ditembus oleh mata bor.

Ada dua hal penting dalam penentuan komposisi lumpur pemboran, yaitu :
• Semakin ringan dan encer suatu lumpur pemboran, semakin besar laju penembusannya.
• Semakin berat dan kental suatu lumpur pemboran, semakin mudah untuk mengontrol kondisi dibawah permukaan separti masuknnya fluida formasi bertekanan tinggi (dikenal sebagai "kick"). Bila keadaan ini tidak dapat diatasi maka akan menyebabkan semburan liar (blowout).


Selengkapnya download di sini
Read More..

6.Sistem Penyemenan ( Cementing System ) I

1. PENDAHULUAN

Penyemenan suatu sumur merupakan salah satu faktor yang tidak kalah pentingnya dalam suatu operasi pemboran. Berhasil atau tidaknya suatu pemboran, salah satu diantaranya adalah tergantung dari berhasil tidaknya penyemenan sumur tersebut. Peralatan penyemenan pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu :

(1). Peralatan di atas permukaan ( Surface Equipment )
(2). Peralatan di bawah permukaan ( Sub-surface Equipment )

2. PERALATAN DI ATAS PERMUKAAN

Peralatan penyemenan di atas permukaan meliputi :

a. Cementing Unit

Adalah merupakan suatu unit pompa yang mempunyai fungsi untuk memompakan bubur semen (slurry) dan lumpur pendorong dalam proses penyemenan.

Cementing unit terdiri dari :

- Tanki semen
Untuk menyimpan semen kering.
- Hopper
Untuk mengatur aliran dari semen kering agar merata.
- Jet mixer
Untuk mengatur semen kering dan air yang ditempatkan bersama-sama dalam hopper, sehingga akan menghasilkan bubur semen yang benar-benar homogen.
- Motor penggerak pompa dan pompa
Berfungsi untuk memompa bubur semen.
Jenis-jenis cementing unit :
1. Truck mounted cementing unit
2. Marine cementing unit


Selengkapnya download di sini
Read More..

7. Sistem Penyemenan (Cementing System) II

1. TEORI DASAR

Penyemenan suatu sumur merupakan salah satu faktor yang tidak kalah pentingnya dalam suatu operasi pemboran. Berhasil atau tidaknya suatu pemboran, salah satu diantaranya adalah tergantung dari berhasil atau tidaknya penyemenan sumur tersebut.
Penyemenan sumur secara integral, merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam suatu operasi pemboran, baik sumur minyak maupun gas. Semen ter-sebut digunakan untuk melekatkan rangkaian pipa selubung dan mengisolasi zona produksi serta mengantisipasi adanya berbagai masalah pemboran.

Perencanaan penyemenan meliputi :

• Perkiraan kondisi sumur (ukuran, tem-peratur, tekanan, dsb.)
• Penilaian terhadap sifat lumpur pem-boran
• Pembuatan suspensi semen (slurry de-sign)
• Teknik penempatan
• Pemilihan peralatan, seperti centralizers, scratchers, dan float equipment

Program perencanaan penyemenan secara tepat, merupakan hal pokok yang akan mendukung suksesnya operasi pemboran.

Pada dasarnya operasi penyemenan bertujuan untuk :

1. Melekatkan pipa selubung pada dinding lubang sumur,
2. Melindungi pipa selubung dari masalah-masalah mekanis sewaktu operasi pem-boran (seperti getaran),
3. Melindungi pipa selubung dari fluida formasi yang bersifat korosi, dan
4. Memisahkan zona yang satu terhadap zona yang lain dibelakang pipa selu-bung.

1.1 KOMPONEN, KOMPOSISI DAN KARAKTERISTIK SEMEN

Komponen utama semen Portland diperlihatkan oleh Tabel 1. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa C3S dan C2S merupakan komponen utama. C3S memiliki laju hidrasi yang paling tinggi dan berpengaruh pada sifat ketahanan semen secara keseluruhan. C2S merupakan komponen yang tidak begitu reaktif dan berpengaruh pada peningkatan kekuatan semen secara bertahap. C3A berpengaruh pada pengerasan awal karena sifat hidrasinya yang cepat. C4AF hampir sama dengan C3A akan tetapi sangat tergantung pada temperatur dan persentase additif.


Selengkapnya download di sini
Read More..

9.Sistem Peralatan Penunjang

1. TEORI DASAR

Fishing job adalah pekerjaan dalam teknik pemboran yang mana pekerjaan ini berhubungan dengan pengambilan kembali alat-alat / potongan-potongan alat ke permukaan. Alat yang jatuh harus secepatnya diambil karena semakin lama semakin sulit diambil karena tertutup cutting atau mud cake dan lainnya. Kerugian dalam pekerjaan ini adalah rig timernya semakin panjang dan ini tentunya akan menambah biaya pemboran.

Kejadian ini tidak jarang terjadi pada operasi pemboran karenanya harus selalu hati-hati dan selalu mengontrol peralatan misalnya bit yang sudah tumpul harus segera diganti dan juga WOB yang tidak terlalu besar yang mengakibatkan drill string patah. Apabila alat ini tidak dapat diambil maka harus diadakan pemboran side tracking dan lubang tidak dapat diteruskan lagi.
Sistem peralatan penunjang lainnya yang penting adalah Kunci-kunci, Casing hanger, serta Fishing tools (alat-alat pemancing)

1.1. KUNCI-KUNCI
Peralatan-peralatan yang termasuk dalam kategori ini, antara lain adalah sebagai berikut :
1. Kunci Wilson (Make Up and Break Out Tongs)
Digunakan pada waktu menyambung/melepas sambungan rangkaian pipa bor, digantung pada menara bor dan bekerja secara mekanis.
2. Power Tongs
Fungsinya sama dengan kunci Wilson, tetapi bekerja secara hidrolis atau elektris.
3. Kunci-kunci dan rantai.
4. Tali henep
Merupakan tali yang digunakan untuk memperkeras/melepas sambungan rangkaian pipa bor. Tali henep ini dililitkan pada cathead.

1.2. CASING HANGER

Bagian casing yang terletak pada ujung atas berfungsi untuk menggantungkan seluruh rangkaian casing yang berada dalam lubang bor, disamping itu juga berfungsi untuk fondasi dari BOP stack.

1.3. FISHING TOOLS

a. Operasi Pemancingan

Operasi pemancingan adalah operasi untuk mengambil benda-benda yang tidak diinginkan dari lubang bor, termasuk potonga-potongan logam kecil, peralatan atau rangkaian bagian pipa bor.


Selengkapnya download di sini
Read More..

8.Peralatan Penyemenan

Proses penyemenan terdiri dari pencampuran air dengan semen dalam perbandingan tertentu dan dengan additive tertentu pula. Pendorongan semen dapat dilakukan dengan sistem sirkulasi ke belakang casing, ditekan masuk ke formasi atau ditempatkan sebagai suatu plug atau sumbat pada lubang yang tidak merupakan perforasi completion (misalnya disini open hole completion).

Peralatan penyemenan pada dasarnya dibagi menjadi dua bagian, yaitu peralatan di atas permukaan (surface equipment), dan peralatan bawah permukaan.

1. PERALATAN DI ATAS PERMUKAAN

Peralatan penyemenan terdapat di atas permukaan meliputi Cementing unit, Flow line, dan Cementing head.

A. Cementing Unit

Cementing unit adalah merupakan suatu unit pompa yang mempunyai fungsi untuk memompakan bubur semen (slurry) dan lumpur pendorong dalam proses penyemenan.
Cementing Unit terdiri dari :

• Tanki Semen
Untuk menyimpan semen kering.
• Hopper
Untuk mengatur aliran dari semen kering agar merata.
• Jet Mixer
Mixer yang umum digunakan sekarang ini adalah jet mixer dimana dipertemukan dua aliran yaitu bubur semen dan air yang ditentukan melalui venturi agar dapat mengalir dengan deras dan dapat menghasilkan turbulensi, yang dapat menghasilkan pencampuran yang baik dan benar-benar homogen. Densitas slurry dapat diukur dengan mud balance
• Motor penggerak pompa dan pompa semen
berfungsi untuk memompa bubur semen.

Jenis-jenis sementing unit :

1. Truck mounted cementing unit
2. Marine cementing unit
3. Skit mounted cementing unit
Mengontrol rate dan tekanan, jenis pompa dapat berupa duplex double acting piston pump dan single acting triplex plunger pump. Plunger pump lebih umum dipakai karena slurry dapat dikeluarkan dengan rate yang lebih uniform dan tekanannya lebih besar.


Selengkapnya download di sini
Read More..

10.Sistem Peralatan Pemboran Lepas Pantai (offshore drilling).

1. TEORI DASAR

Sistem peralatan pemboran lepas pantai pada prinsipnya adalah merupakan perkembangan dari sistem peralatan pemboran darat, maka metode operasi lepas pantai membutuhkan teknologi yang baru dan biaya operasi yang mahal, karena kondisi lingkungan laut berbeda dengan kondisi lingkungan darat.

Peralatan mutlak yang harus ada dalam operasi pemboran lepas pantai adalah sebuah strutur anjungan (platform) sebagai tempat untuk meletakkan peralatan pemboran dan produksi. Berbagai macam anjungan telah dibuat, seperti anjungan permanen (fixed) yang terdiri diatas kaki-kaki beton bertulang. Jenis ini umumnya digunakan pada laut dangkal dan pada lapangan pengembangan sehingga dapat sekaligus menjadi anjungan pemboran dan produksi.

Berbagai hambatan alam yang harus diatasi bagi pengoperasian unit lepas pantai. Hambatan tersebut antara lain : angin, ombak, arus dan badai. Khusus untuk unit terapung yang amat peka terhadap pengaruh kondisi laut, maka menciptakan peralatan khusus, yaitu peralatan peredam gerak oscilsi vertikal akibat ombak dan peralatan pengendalian posisi pada unit terapung. Untuk pengendalian posisi pada unit terapung dikenal dengan mooring system dan sistem pengendalian posisi dinamik . Sedangkan untuk mengatasi gerak vertikal keatas dan kebawah umumnya digunakan Drill String Compensator (DSC).

Operasi pemboran lepas pantai dimulai dari pengembangan teknologi pemboran darat dengan menggunakan casing conduktor yang ditanam atau dibor dan disemen, kemudian meningkat dengan digunakan mud-line suspention system, dan terus meningkat dengan menggunakan riser system. Penggunaan BOP konventional terus dimodifikasi agar mampu beroperasi di bawah air. Kondisi lingkungan laut berpengaruh terhadap pemilihan jenis platform.



2. PERALATAN PEMBORAN LEPAS PANTAI

2.1. ANJUNGAN

Jenis platform secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu Fixed platform dan Mobile platform.


Selengkapnya download di sini
Read More..

Akumulasi Minyak dan Gas Bumi

AKUMULASI MINYAK DAN GAS BUMI

Seperti telah kita ketahui bersama bahwa minyak dan gas bumi berakumulasi pada suatu perangkap yang merupkan bagian tertinggi dari lapisan reservoir. Akan tetapi apakah yang menyebabkan minyak dan gas bumi berhenti disana? Ada 2 teori yang menjelaskan pertanyaan itu adalah sebagai berikut :

1.1 TEORI AKUMULASI GUSSOW

Dalam keadaan hidrostatik, akumulasi dapat diterangkan oleh teori Gussow (1951). Gumpalan atas tetes-tetes minyak dan gas akan bergerak sepanjang bagian atas lapisan penyalur keatas, terutama disebabkan pelampungan (buoyancy). Begitu sampai di sustu perangkap (dalam hal ini perangkap struktur), minyak dan gas akan menambah kolom gas dan mendesak minyak kebawah yang juga bertambah tinggi kolomnya dan gilirannya mendesak air ke bawah. Hal ini akan terus terjadi sampai batas minyak – air mencapai ‘Spill point’. Penambahan minyak – dan gas terus menerus akan menyebabkan perlimpahan (Spilling) minyak keatas ke struktur selanjutnya (fasa dua). Pada fasa berikutnya, berhubungan penambahan gas, maka seluruh minyak didesak gas kebawah sehingga melimpah sampai habis dan perangkap diisi sepenuhnya oleh gas.

Stadium 1 : Gas, minyak dan air diatas titik limpah, minyak dan gas kedua-duanya terus menerus terjebak sedangkan air disingkirkan. Stadium ini berhenti jika antara muka minyak-air mencapai titik limpah.

Stadium 2 : Stadium penyebaran selektif dan pengasiran gas. Gas terus dijebak, selagi minyak melimpah keatas kemiringan. Stadium ini berakhir jika antara muka minyak-gas mencapai titk limpah dan berhimpitan dengan antar muka minyak.

Stadium 3 : Stadium Akhir. Perangkap diisi oleh gas. Gas melimpah ketas selagi lebih banyak gas yang masuk perangkap. Minyak melewati perangkap dan meneruskan perjalannya ke atas kemiringan.

Gambar 1 : Differensiasi minyak dan gas dalam perangkap yang menyebabkan minyak melimpah. (Gussow, 1951)

Pada gambar II, terlihat bagaimana mekanisme ini menyebabkan penyebaran akumulasi minyak dan gas pada sejumlah perangkap yang berderetan dan pada ketinggian strukturil yang berbeda. Terisinya suatu perangkap oleh gas, minyak dan sebagainya tergantung dari arah migrasi, dan jumlah minyak dan gas yang bermigrasi.
Yang pertama ini dibandingkan sebagai E, D, dan C. Sedangkan untuk yang kedua diilustrasikan oleh A, B dan C.
Terlihat pada gambar bahwa tergantung dari arah batuan induk, maka yang paling dekat akan terisi oleh gas, sedangkan yang paling jauh diisi oleh air.
Perangkap I Diisi sampai titik limpah dan mempunyai tudung gas. Hanya minyak melimpah keatas ke
Perangkap II.
Perangkap III dan IV penuh dengan air asin dan mengandung minyak atau gas.

Perangkap I seluruhnya diisi dengan gas, seluruh minyaknya telah terusir masuk keperangkap II. Minyak sekarang melebihi perangkap I.
Perangkap II telah diisi minyak dan melimpahkan keatas kemiringan ke dalam perangkap III, yang masih belum mengandung tudung gas.
Perangkap III mengandung hanya sedikit miinyak, sedangkan perangkap IV masih terisi air asin.

Perangkap I tak berubah dengan gas melimpah keatas kemiringan ke dalam perangkap II, Minyak melewati perangkap I. Perangkap II sekarang mempunyai tudung gas dan melimpahkannya ke atas kemiringan ke dalam perangkap III. Perangkap III sekarang telah terisi dengan minyak tetapi masih tetap belum mempunyai tudung gas dan melimpahkan minyak kedalam perangkap III. Perangkap IV masih terisi air asin.



Migrasi sama seperti untuk C, tetapi dalam keadaan hubungan struktur yang lain. Perhatikan bahwa ketinggian kulminasi tidak mempunyai efek terhadap penjebakan selektif, ketinggian titik limpah adalah yang mengendalikan. Ketinggian kulminasi diatas titik limpah menentukan kalau minyak maximum.

Migrasi sama seperti untuk C. Disini semua kaulminasi berada pada ketinggian yang sama. Titik limpah mengendalikan penjebakan differensial.

Gambar II. Penyebaran minyak dan gas pada deretan struktur karena penjebakan pemisahan differensial (Menurut Gussow, 1951)

1..2 TEORI AKUMULASI KING HUBBERT (1953)
King Hubbert (1953) meninjau prinsip akumulasi minyak bumi dari segi kedudukan energi potensial, dan erat hubungannya dengan perangkap hidrodinamik. Dalam hal ini minyak bumi, baik dalam bentuk tetes – tetes maupun fasa yang menerus yang berada dalam lingkungan air, akan akan selalu mencari batuan reservoir yang terisolir dan secara local mempunyai potensial terendah. Medan potensial dalam suatu reservoir yang terisi air merupakan resultan dari dua gaya, yaitu (1) gaya pelampungan (buoyancy), dan (2) gaya yang disebabkan gradient hidrodinamik. Seperti gambar berikut ini.
Keterangan :
A. Penampang Geologi untuk memperlihatkan terjadinya gradien – hidrodinamik karena permukaan potensiometri.
B. Resultan gaya pelampungan dan gradient hidrodinamik serta bidang ekipotensial minyak yang miring.

Dalam pengertian ini, minyak dan gas bumi akan berakumulasi jika bidang ekipotensial yang tegak lurus terhadap garis gaya resultan gaya tadi menutup seluruhnya dari bawah suatu daerah potensial rendah lokasi yang terisolir, misalnya suatu antiklin, suatu pelengkungan ataupun struktur lainnya dimana lapisan reservoir dan lapisan penyekat diatas konkav kearah bawah.

Dengan konsepsi diatas, maka suatu akumulasi dapat terjadi serta hilang atau terusir, dengan terdapatnya suatu gradient hidrodinamik yang pada setiap saat geologi arah serta besarnya ( vektornya dapat berubah ). Dalam keadaan itu maka paling tidak posisi batas air – minyak atau air – gas itu miring. Akumulasi minyak dan gas bumi merupakan suatu keseimbangan yang dinamis.

2..2 WAKTU PENJEBAKAN
Penentuan waktu dalam sejarah geologi mengenai kapan minyak bumi dapat terjebak, bukan saja penting dari segi ilmiah akan tetapi juga dari segi ekonomi. Suatu perangkap dapat terisi atau kosong tergantung dari waktu pembentukannya ataupun kapan minyak itu terbentuk berada dalam keadaan dapat dijebak oleh perangkap. Pengertian yang baik mengenai hal ini akan sangat membantu evaluasi suatu prospek ( Landes 1959 ). Ada beberapa bukti yang menerangkan bahwa minyak bumi terjebak pada permulaan sejarah pembentukan perangkap misalkan dalam hal lensa-lensa pasir tetapi dapat pula difahami bahwa minyak bumi dapat bermigrasi ke perangkap yang terbentuk kemudian. Perangkap dapat terbentuk lama setelah minyak tidak dapat bermigrasi lagi, sehingga perangkap tersebut akan kosong. Rittenhouse ( 1967) dalam dott dan Reynolds ( 1969 ) memberikan kriteria untuk mengetahui waktu akumulasi. Berbagai metodenya memberikan informasi hal – hal sebagai berikut :
a. Waktu tercepat dimulainya akumulasi.
b. Waktu tercepat dapat terselesaikannya akumulasi.
c. Waktu paling lambat dapat terselesaikannya akumulasi.

Hal – hal tersebut dapat dipertimbangkan dari beberapa faktor sebagai berikut :
1) Waktu Pembentukan Perangkap.
Waktu pembentukan perangkap adalah waktu tercepat minyak dapat berakumulasi. Tetapi tentu minyak dapat bermigrasi setiap waktu setelah pembentukan perangkap tadi. Dalam hal kondisi patahan – tumbuh, akumulasi dapat terjadi bersamaan dengan pembentukan batuan reservoir. Juga hal yang sama berlaku untuk lensa – lensa batuan reservoir.
Cara menentukan ada tidaknya perangkap pada waktu migrasi dan pembentukan minyak bumi yaitu dengan membuat perangkap struktur yang digantungkan pada suatu lapisan sumur tersebut sebagai datum. Dengan cara yang sama suatu peta struktur berkontur dapat dibuat dan ada tidaknya tutupan pada zaman tersebut dapat ditentukan.
2) Perangkap Yang Terisi dan Kosong.
Terdapat kemungkinan perangkap yang terisi dibentuk terlebih dahulu dan perangkap yang kosong terbentuk kemudian, setelah migrasi sekunder berhenti.
3) Expansi Gas.
Hal ini dikemukakan oleh leverson (1956) yang mendasarkannya pada hokum Boyle dan Charles. Gas mengembang jika tekanan turun. Kedalaman (waktu) pada saat volum reservoir sama dengan volum minyak dan gas sekarang pada tekanan dari temperature lebih rendah, adalah kedalaman tercetak (waktu) pada saat akumulasi telah selesai.
4) Minyak dibawah Penjenuhan.
Anggapan dasar dari kriteria ini adalah bahwa minyak telah jenuh dengan gas pada waktu akumulasi telah selesai. Jika terdapat reservoir dengan minyak yang tidak jenuh minyak ( tidak ada tutup/ topi gas ) maka hal ini dapat diterangkan sebagai berikut. Pada pembebanan dan penguburan setelah akumulas, maka minyak dalam reservoir akan tidak jenuh, karena peningkatan tekanan akan melarutkan gas bebas kedalam minyak. Pada pengangkatan dan erosi lapisan yang menutupi reservoir akan terjadi ha sebaliknya dan gas akan keluar membentuk topi gas.Namun metode penentuan ini memiliki banyak kelemahan dan anggapan – anggapannya belum tentu benar.sehingga hasilnya meragukan ( hoshkin, 1960 ).
5) Topi Gas yang Berkelalaian
Hal ini diberikan oleh Levorsen ( 1950 ) untuk keadaan special. Topi gas yang tinggi dalam blok yang turun dalam perangkap patahan menunjukkan akumulasi gas sebelum pematahan.
6) Difusi Gas Dalam Reservoir Yang Sebagian Terpisah dan Tak Jenuh.
( Zafferano, Capps dan Fry, 1963 ). Difusi gas akan terjadi diantara reservoir yang demikian dari yang jenuh menuju yang kurang jenuh dan waktu yang diperlukan untuk hubungan sekarang dapat dihitung.
7) Metoda Energi (oleh para Ilmuwan Uni Soviet ).
Adalah pengukuran kehilangan nilai energi dari minyak dalam reservoir sepanjang waktu.
Mineral Diagenesa
Mineral Diagenesa akan menurunkan porositas karena sementasi dan kompaksi. Jika Minyak bumi yang terdapat menghalang – halangi proses tersebut, maka jelas akumulasi terjadi sebelum diagenesa dalam reservoir basah air yang ada didekatnya. Sering hal ini ditunjukkan oleh tekanan tinggi dalam reservoir.
9) Sementasi Organik
Yang dimaksud sementasi Organik disini terutama adalah semen aspal. Waktu akumulasi adalah sebelum pengorosian bidang ketidakselarasan.

Dari uraian tersebut diatas disimpulkan bahwa minyak bumi tidak terjadi pada waktu tertentu di dalam evolusi minyak bumi. Setalah berakumulasi di suatu perangkap, minyak bumi dapat bermigrasi lagi ke perangkap yang terbentuk kemudian. Sebagai contoh misalnya akumulasi minyak bumi di daerah cepu (Soetantri dan lain-lain, 1973 ). Di daerah ini pelipatan utama dan intensif terjadi pada akhir Pleistosen.
Akan tetapi kedalaman penguburan dari batuan induk yang meliputi struktur itu tidak memungkinkan pembentukan dan migrasi minyak bumi ke struktur muda.

Dilain Pihak suatu fasa pelipatan yang lebih tua telah terjadi pada akhir pliosen dan kemudian pada waktu transgresi pleistosen, penguburan telah cukup dalam untuk pembentukan dan migrasi minyak bumi ke dalam sejumlah perangkap kecil yang telah ada terlebih dahulu. Jadi kombinasi antara kedalaman pembebanan dan umur pelipatan dapat menentukan apakah suatu perangkap itu terisi penuh atau tidak. (Imam J.)


Sumber : http://duniamigas.wordpress.com/
Read More..

Metode Geofisika

METODE GEOFISIKA

Geofisika adalah bagian dari ilmu bumi yang mempelajari bumi menggunakan kaidah atau prinsip-prinsip fisika. Di dalamnya termasuk juga meteorologi, elektrisitas atmosferis dan fisika ionosfer. Penelitian geofisika untuk mengetahui kondisi di bawah permukaan bumi melibatkan pengukuran di atas permukaan bumi dari parameter-parameter fisika yang dimiliki oleh batuan di dalam bumi. Dari pengukuran ini dapat ditafsirkan bagaimana sifat-sifat dan kondisi di bawah permukaan bumi baik itu secara vertikal maupun horisontal.

Dalam skala yang berbeda, metode geofisika dapat diterapkan secara global yaitu untuk menentukan struktur bumi, secara lokal yaitu untuk eksplorasi mineral dan pertambangan termasuk minyak bumi dan dalam skala kecil yaitu untuk aplikasi geoteknik (penentuan pondasi bangunan dll).

Beberapa contoh kajian dari geofisika bumi padat misalnya seismologi yang mempelajari gempabumi, ilmu tentang gunungapi (Gunung Berapi) atau volcanology, geodinamika yang mempelajari dinamika pergerakan lempeng-lempeng di bumi, dan eksplorasi seismik yang digunakan dalam pencarian hidrokarbon.



1. Metode Elektromagnetotelurik

Metode elektromagnetotelurik merupakan metode geofisika yang sangat populer dan sering digunakan dalam survey geologi, rekayasa, dan arkeologi dalam segala variasi. Akan tetapi, analisa data dan pemodelan biasanya dilakukan setelah kembali ke base camp atau laboratorium. Jika data dapat diproses secepat proses akuisisi, maka kita dapat memodifikasi konfigurasi atau distribusi titik pengamatan di lapangan jika diperlukan, sehingga akan lebih menghemat waktu dan biaya. Untuk keperluan tersebut, maka dikembangkan suatu cara transformasi untuk mempercepat proses analisis data, terutama untuk jumlah data yang sangat besar.

Inversi Bostick merupakan teknik yang sederhana dan cepat untuk analisis kurva sounding tahanan jenis semu dan fasa dari data megnetotelurik (MT). Pada metode transformasi tersebut informasi mengenai kedalaman diperoleh dari frekuensi pengukuran atau waktu untuk metoda elektromagnet berdasarkan prinsip skin-depth. Kemudian tahanan jenis semu pengukuran ditransformasikan menjadi tahanan jenis efektif sehingga diperoleh tahanan jenis sebagai fungsi dari kedalaman.
Tugas akhir ini membahas modifikasi transformasi Bostick berdasarkan kajian empiris menggunakan model-model sintesis yang dilakukan Meju (1995). Hal ini dimaksudkan agar diperoleh hasil transformasi berupa tahanan jenis sebagai fungsi dari kedalaman yang lebih realistis. Hasil modifikasi transformasi Bostick diuji menggunakan data magnetotelurik sintesis 1-D dan 2-D. Struktur 2-D dapat diidentifikasi menggunakan inversi data magnetotelurik 1-D selama struktur tersebut tidak terlalu jauh menyimpang dari model 1-D (berlapis horisontal).

2. Metode Geo-radar

Metode Georadar atau disebut juga dengan metoda Elektromagnetik Subsurface Profilling merupakan salah satu metode Geofisika untuk memetakan bawah permukaan yang relatif dangkal. Metoda ini menggunakan prinsip-prinsip gelombang elektromagnetik yang kedalaman penetrasi dan besarnya amplitudo yang terekam sangat tergantung pada sifat kelistrikan dari batuan/media bawah permukaan dan frekuensi peralatan yang digunakan.

Warna penampang vertikal atau citra rekaman georadar tersebut menunjukkan sinyal yang terekam. Warna hitam berarti sinyal yang terekam cukup tinggi, warna putih berarti sinyalnya sangat lemah (tidak ada sinyal). Sedangkan sinyal antaranya ditunjukkan oleh abu-abu (skala abu-abu). Intensitas sinyal ini sebanding juga dengan amplitudo gelombang pantul yang berkaitan dengan kontras konduktivitas.
Untuk menunjang interpretasi secara kualitatif, distribusi harga amplitudo yang berkaitan dengan konduktivitas yang terekam diklasifikasikan dalam bentuk warna dengan menggunakan beberapa perangkat lunak. Hal ini diterapkan untuk kasus sedimen lempung dengan hasil yang cukup memadai.

3. Metode Seismik

Metoda seismik adalah salah satu metoda eksplorasi yang didasarkan pada pengukuran respon gelombang seismik (suara) yang dimasukkan ke dalam tanah dan kemudian direleksikan atau direfraksikan sepanjang perbedaan lapisan tanah atau batas-batas batuan. Sumber seismik umumnya adalah palu godam (sledgehammer) yang dihantamkan pada pelat besi di atas tanah, benda bermassa besar yang dijatuhkan atau ledakan dinamit. Respons yang tertangkap dari tanah diukur dengan sensor yang disebut geofon, yang mengukur pergerakan bumi.

Metode seismik merupakan salah satu bagian dari seismologi eksplorasi yang dikelompokkan dalam metode geofisika aktif, dimana pengukuran dilakukan dengan menggunakan sumber seismic (palu, ledakan, dll). Setelah usikan diberikan, terjadi gerakan gelombang di dalam medium (tanah/batuan) yang memenuhi hukum-hukum elastisitas ke segala arah dan mengalami pemantulan ataupun pembiasan akibat munculnya perbedaan kecepatan. Kemudian, pada suatu jarak tertentu, gerakan partikel tersebut di rekam sebagai fungsi waktu. Berdasar data rekaman inilah dapat diperkirakan bentuk lapisan/struktur di dalam tanah.

Eksperimen seismik aktif pertama kali dilakukan pada tahun 1845 oleh Robert Mallet, yang oleh kebanyakan orang dikenal sebagai bapak seismologi instrumentasi. Mallet mengukur waktu transmisi gelombang seismik, yang dikenal sebagai gelombang permukaan, yang dibangkitkan oleh sebuah ledakan. Mallet meletakkan sebuah wadah kecil berisi merkuri pada beberapa jarak dari sumber ledakan dan mencatat waktu yang diperlukan oleh merkuri untuk be-riak. Pada tahun 1909, Andrija Mohorovicic menggunakan waktu jalar dari sumber gempa bumi untuk eksperimennya dan menemukan keberadaan bidang batas antara mantel dan kerak bumi yang sekarang disebut sebagai Moho.

Pemakaian awal observasi seismik untuk eksplorasi minyak dan mineral dimulai pada tahun 1920an. Teknik seismik refraksi digunakan secara intensif di Iran untuk membatasi struktur yang mengandung minyak. Tetapi, sekarang seismik refleksi merupakan metode terbaik yang digunakan di dalam eksplorasi minyak bumi. Metode ini pertama kali didemonstrasikan di Oklahoma pada tahun 1921.

Macam metoda seismik

Terdapat dua macam metoda dasar seismik yang sering digunakan, yaitu seismik refraksi dan seismik refleksi.

1. Seismik refraksi (bias)

Metoda seismik refraksi mengukur gelombang datang yang dipantulkan sepanjang formasi geologi di bawah permukaan tanah. Peristiwa refraksi umumnya terjadi pada muka air tanah dan bagian paling atas formasi bantalan batuan cadas. Grafik waktu datang gelombang pertama seismik pada masing-masing geofon memberikan informasi mengenai kedalaman dan lokasi dari horison-horison geologi ini. Informasi ini kemudian digambarkan dalam suatu penampang silang untuk menunjukkan kedalaman dari muka air tanah dan lapisan pertama dari bantalan batuan cadas.

Seismik bias dihitung berdasarkan waktu jalar gelombang pada tanah/batuan dari posisi sumber ke penerima pada berbagai jarak tertentu. Pada metode ini, gelombang yang terjadi setelah usikan pertama (first break) diabaikan, sehingga sebenarnya hanya data first break saja yang dibutuhkan. Parameter jarak (offset) dan waktu jalar dihubungkan oleh sepat rambat gelombang dalam medium. Kecepatan tersebut dikontrol oleh sekelompok konstanta fisis yang ada di dalam material dan dikenal sebagai parameter elastisitas.

2. Seismik refleksi

Metoda seismik refleksi mengukur waktu yang diperlukan suatu impuls suara untuk melaju dari sumber suara, terpantul oleh batas-batas formasi geologi, dan kembali ke permukaan tanah pada suatu geophone. Refleksi dari suatu horison geologi mirip dengan gema pada suatu muka tebing atau jurang.Metoda seismic repleksi banyak dimanfaatkan untuk keperluan Explorasi perminyakan, penetuan sumber gempa ataupun mendeteksi struktur lapisan tanah.

Seismic refleksi hanya mengamati gelombang pantul yang datang dari batas-batas formasi geologi. Gelombang pantul ini dapat dibagi atas beberapa jenis gelombang yakni: Gelombang-P, Gelombang-S, Gelombang Stoneley, dan Gelombang Love.

Sedangkan dalam seismik pantul, analisis dikonsentrasikan pada energi yang diterima setelah getaran awal diterapkan. Secara umum, sinyal yang dicari adalah gelombang-gelombang yang terpantulkan dari semua interface antar lapisan di bawah permukaan. Analisis yang dipergunakan dapat disamakan dengan echo sounding pada teknologi bawah air, kapal, dan sistem radar. Informasi tentang medium juga dapat diekstrak dari bentuk dan amplitudo gelombang pantul yang direkam. Struktur bawah permukaan dapat cukup kompleks, tetapi analisis yang dilakukan masih sama dengan seismik bias, yaitu analisis berdasar kontras parameter elastisitas medium.


Perbandingan metode seismik dengan metode geofisika lainnya

Keunggulan :

1.Dapat mendeteksi variasi baik lateral maupun kedalaman dalam parameter fisis yang relevan, yaitu kecepatan seismik.
2.Dapat menghasilkan citra kenampakan struktur di bawah permukan

3.Dapat dipergunakan untuk membatasi kenampakan stratigrafi dan beberapa kenampakan pengendapan.

4.Respon pada penjalaran gelombang seismik bergantung dari densitas batuan dan konstanta elastisitas lainnya. Sehingga, setiap perubahan konstanta tersebut (porositas, permeabilitas, kompaksi, dll) pada prinsipnya dapat diketahui dari metode seismik.
5.Memungkinkan untuk deteksi langsung terhadap keberadaan hidrokarbon

Kelemahan :

1.Banyaknya data yang dikumpulkan dalam sebuah survei akan sangat besar jika diinginkan data yang baik
2.Perolehan data sangat mahal baik akuisisi dan logistik dibandingkan dengan metode geofisika lainnya.
3.Reduksi dan prosesing membutuhkan banyak waktu, membutuhkan komputer mahal dan ahli-ahli yang banyak.
4.Peralatan yang diperlukan dalam akuisisi umumnya lebih mahal dari metode geofisika lainnya.
5.Deteksi langsung terhadap kontaminan, misalnya pembuangan limbah, tidak dapat dilakukan.


Read More..